Assalamu'alaykum... Selamat datang di blog saya..

Muslimah

Muslimah

Jumat, 23 Desember 2011

Hafalan oh Hafalan –Jarang diMuroja’ah, Mesti Kalah dengan Tilawah














-Alhamdulillah.. Selalu saja ada nasehat yang didapat ketika menghabiskan malam minggu bersama AL-Qur’an dan para pengajarnya-
Berikut ini saya tuliskan cuplikan percakapan antara murid dengan ustadznya.

Murid : Ustadz, hari ini saya hafalan halaman 14

Ustadz : Monggo silakan

Murid : (Mulai menghafal-ta’awudz-basmallah-membaca surat Al-Baqoroh ayat 94 sd 101).

Ustadz : Hmm… ini hafalan baru atau lama?

Murid : Hafalan lama Ustadz, saya hanya mengulang hafalan saja.

Ustadz : Kalau hafalan baru harusnya halaman berapa?

Murid : Halaman 18 Ustadz, hehehe (sambil nyengir)

Ustadz : Kenapa sekarang mengulang hafalan halaman 14?

Murid : (Masih sambil cengar-cengir) Hafalan-hafalan saya yang sebelumnya pada hilang Ustadz, makanya saya memantapkan lagi dengan mengulang menghafalnya.

Ustadz : Kenapa bisa begitu? Kamu sibuk kuliah ya? Atau ada kesibukan yang lain sehingga tidak sempat hafalan?

Murid : (Merenung sejenak-berpikir) Ndak juga Ustadz

Ustadz : Atau jarang di-muroja’ah 1) ya? Jarang dibaca kembali hafalan-hafalannya?

Murid : (nyengir lagi) Iya Ustadz, saya jarang muroja’ah. Mungkin karena saya futur. Jadi sewaktu menghafal, sudah berulang-ulang dibaca tapi susah sekali masuknya. Kalau mau hafalan dan muroja’ah, seringkali kalah dengan tilawah 2), apalagi ada target tilawah.

Ustadz : Hmm.. begitu. Saya jelaskan sedikit. Pada dasarnya menghafalkan Al-Qur’an itu hukumnya fardu kifayah, sama dengan hukum shalat jenazah. Dimana ketika ada seorang muslim yang telah mengerjakannya, maka gugurlah kewajibannya. Namun ada banyak sekali keuntungan bagi seorang yang menghafalkan Al-Qur’an. Sangat sayang jika kita melewatkan ibadah yang satu ini-hafalan. Salah satu keuntungan menjadi penghafal Al-Qur’an adalah dikumpulkan bersama para penghafal Al-Qur’an di surga. Di surga, manusia akan dikelompokkan berdasarkan hafalannya 3). Naah.. Menjaga hafalan yang telah kita miliki hukumnya wajib, sedangkan tilawah hukunya sunnah.

Murid : (Berpikir. Berkata dalam hati, “Dikelompokkan berdasarkan hafalan kita di surga? Waduuh, hafalanku masih sedikit. Gimana ini..? berarti harus produktif untuk menghafal. Hmm..”)
Ooo.. begitu Ustadz. Berarti lebih diprioritaskan muroja’ah daripada tilawah?

Ustadz : Insya Allah begitu. Muroja’ah Insya Allah akan memiliki pahala yang sama dengan tilawah, bahkan lebih banyak, karena kita melakukannya dengan berulang-ulang. Namun, bukan berarti dengan menghafal qur’an kita tidak tilawah sama sekali. Kita harus seimbang antara tilawah dengan muroja’ah. Strategi setiap orang berbeda-beda. Terserah kamu bagaimana menyusun strateginya.

Murid : Hmm.. iya Ustadz. Kalau Ustadz sendiri, bagaimana strategi menghafalnya?

Ustadz : Hafalan qur’an itu harus senantiasa dibaca berulang-ulang. Ketika shalat, surat-surat yang telah kita hafal dibaca. Jadi, waktu shalat sunnah maupun wajib, bacaan surat pendeknya tidak hanya surat-surat pendek seperti Al-Ma’un, Al-Fiil, An-Nashr, Al-‘Ashr, Al-Lahab, terlebih tiga surat terakhir Al-Qur’an-Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Naas. Surat-surat itu pantasnya dibaca anak TK dan SD. Selayaknya, dengan bertambahnya umur, bertambah pula ilmu dan pemahaman kita, termasuk di dalamnya hafalan qur’an kita.

Murid : (menyimak-sambil berkata dalam hati “Haduuh.. Mak tjlep.. tjlep. Tertohok banget”)

Ustadz : (Melanjutkan)
Selain mengerjakan hal-hal yang wajib, kita juga harus mengerjakan yang disunnahkan Allah, yaitu perbuatan yang dicontohkan Rasulullah saw. Naah, dalam sehari, kita tidak hanya shalat fardhu yang lima waktu itu saja kan? Ada shalat rawatib (sebelum subuh, sebelum & sesudah dhuhur, sebelum ashar, sesudah magrib, dan sebelum & sesudah isya’), shalat dhuha, shalat tahajud, shalat witir, dan shalat-shalat sunnah yang lain. Jadi strateginya, ketika shalat-shalat sunnah itulah hafalan qur’an yang kita miliki dibaca. Misalnya ketika shalat lail, dimana jumlah raka’atnya tidak dibatasi, kita bisa memantapkan bacaan qur’an kita untuk surat-surat juz 30. Ketika shalat dhuha, bacaan surat Al-Baqoroh yang dimiliki bisa juga dibaca semampunya. Di sisi lain, kita pun harus membaca ulang hafalan qur’an kita setiap harinya. Misalnya sekarang, kamu sudah punya hafalan 18 halaman juz 1. Naah.. itu tinggal dibagi aja, setiap setelah sholat, tilawahnya diganti muroja’ah 3-4 halaman.

Murid : Tapi Ustadz, terkadang, ketika sedang shalat dan saya membaca surat yang telah saya hafalkan, seringkali hafalan itu putus di tengah jalan. Bingung melanjutkannya. Akhirnya saya berganti surat-surat pendek yang lebih saya hafal. Bagaimana Ustadz?

Ustadz : Iya tidak apa-apa. Membaca surat-surat Al-Qur’an ketika shalat hukumnya sunnah. Jika lupa, bisa langsung dilanjutkan ruku’, kalau mau mengganti surat lain yang lebih dihafal juga tidak masalah. Langkah selanjutnya setelah shalat adalah segera membuka Al-Qur’an dan membaca surat yang tadi lupa bacaannya. Hal ini harus segera dilakukan untuk menghindari menumpuknya hafalan surat yang terbengkalai karena kita jarang melakukan muro’jaah.

Murid : Iya Ustadz.***

Catatan Kaki:

1) Muroja'ah = mengulang kembali hafalan
2) Tilawah = mengaji Al-Qur'an
3) Dalam sebuah hadits, dikatakan bahwa, Dari ‘Abdillah bin ‘Amr nin ‘Ash dari Nabi SAW, beliau bersabda: Akan dikatakan kepada Shohib Al-Qur’an, penghafal Al-Qur’an, “Bacalah dan naiklah serta tartilkanlah sebagaimana engkau dulu mentartilkan Al-Qur’an di dunia. Sesungguhnya kedudukanmu di di surge sesuai dengan jumlah ayat/akhir ayat hafalan yang pernah engkau baca”. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Lalu…? Bagaimana dengan hafalan surat kita?
Selama hidup ini, sudah ada peninngkatan menghafal berapa persen…?
Jika sewaktu-waktu dipanggil oleh Yang Maha Pencipta,
sudah siapkah dengan kondisi kita saat ini…????
Mari berlomba-lomba dalam Kebaikan… ^^



**18 Des 2011_07.20 WIB.
»»  READMORE...

Minggu, 18 Desember 2011

BUROQ-KU

Satu-satunya kendaraan yang kupunya adalah Buroq. Buroq itu sebuah nama. Nama dari sepeda tua berwarna ungu. Sepeda yang kudapat dari seorang akhwat senior -dia yang namany tak perlu disebut-supaya hanya aku dan beliau saja yang tahu, juga supaya amalnya tetap ikhlas penuh barokah.

Buroq… dulu aku berpikir dua kali ketika akhwat senior itu menawariku sepeda warisan. “Sepeda warisan…? Pasti jelek sekali, bisa malu aku memakainya..” batinku waktu itu. Namun, tak mengapalah.. dari pada jalan dengan beban di pundak yang semakin bertambah dan rute perjalanan yang kian panjang nan melelahkan. Ku singkirkan jauh-jauh pikiran burukku tentang ‘sepeda warisan’. Berpositive thinking, bahwa sesuatu yang jelek tak selamanya jelek. Dan kubuktikan hal itu benar..!!!

Beberapa waktu setelah kepulangan beliau – akhwat senior, dia yang namanya tak perlu disebut – meninggalkan kampus perjuangan ini, aku mengambilnya. Ku dapati banyak karat menyelimutinya. Sepeda yang seperti memang sudah tak layak pakai, pikirku waktu itu. Namun, dengan segenap ketelatenan dan kesabaran, aku berusaha mengubah sepeda itu menjadi sepeda impianku. Sepeda yang memiliki keranjang, enak dipakai, enteng, bisa ngebut, dan remnya yahuut.. Alhamdulillah.. akhirnya terkabul juga. Walau biaya untuk membeli aksesoris sepeda dan memperbaikinya lumayan besar (menurutku – sebagai seorang mahasiswi dengan uang saku ngepres).
Buroq.. Nama itu terinspirasi drai peristiwa Isra’ Mi’raj Rasulullah saw, teladanku, yang melakukan perjalanan dengan kendaraan bernama Buroq. Kendaraan itu berkecepatan tinggi, sangat cepat hingga bisa menembus langit ke tujuh.

Buroq, hamper dua tahun aku bersamanya. Tak henti menggunakannya di pagi, siang, sore, bahkan malam hari. Jarak dekat, sekitar ITS biasa ku lalui. Bahkan jalan medokan dan jalan darmo pun pernah ku jelajahi bersama Buroq.

Banyak kenangan bersamanya. Ngebut-ngebutan di jalanan ITS dan sekitarnya. Pengalaman ini dilatarbelakangi oleh mepetnya waktu yang ada untuk menuju tempat tujuan. Juga karena udah lewat jam malam, juga karena sepinya daerah yang ku lalui sehingga membuat bulu kuduk berdiri semua. Pengalaman mengangkat Buroq gara-gara pagar jalan ditutup. Ini sering kualami di jalanan deket PPNS. Huff… harus mengeluarkan segenap tenaga untuk mengangkatnya. Pengalaman ban bocor luar dalam yang harus membuatku sabar. Hmm… menuntun Buroq dari Masjid Manarul Ilmi ITS hingga tukang tambal ban gebang ataupun Keputih (deket Sakinah). Juga pengalaman menuntun Buroq, untuk menemani seorang teman yang sedang berjalan sendirian,

BUROQ… Melesatlah… menyatulah dengan ku dan angin di sekelilingmu… Jadilah sahabat setiaku.. Let’s Go…. (terinspirasi dari nyanyian kartun tamiya berjudul ‘Let’s Go!’)

Let’s Go..
Bersatu dengan angin
Raihlah mimpi-mimpimu
Ku tak akan pernah menyerah
Rasakan deru angin
Winning Run…

Buroq.. oh Buroq..
kuharap, engkau tak hanya menjadi kendaraanku di dunia, tapi juga di akhirat…
kuharap engkaulah yang menjadi saksi atas perbuatan baikku..
bersamamu aku berjuang di jalan Allah
baik untuk menuntut ilmu
»»  READMORE...

Kamis, 01 Desember 2011

Percakapan di sebuah perusahaan

Suatu hari di sebuah perusahaan.
X: Ini Mba tehnya, silakan diminum.
Z: Terima kasih Bu. Maaf saya sedang puasa.
X: Waah,, hebat bener Mbanya, puasa Senin-Kamis ya Mba?
Z: Oh, bukan Bu, saya puasa sunnah yang lain, yang sehari puasa-sehari tidak.
X: Waah.. hebat-hebat. Dulu saya waktu muda juga sering puasa Mba. Waktu jaman SMP-SMA-Kuliah gitu. Sering tirakat, puasa Senin-Kamis, tahajud, dhuha. Ibadahnya getol banget. Waktu muda dulu memang lagi semangat2nya ibadah Mba, soalnya lagi banyak2nya yang diinginkan. Ingin lulus dengan nilai baik, masuk sekolah favorit, universitas favorit, sampe dapet kerjaan yang gajinya lumayan. Masa muda dulu memang menyenangkan. Rasanya tenaga dan semangat itu gak habis2. Ingin ini, ingin itu, semua dilakukan.
Z: .... (mendengarkan dan menyimak)
X: Tapi sekarang sudah beda jaman Mba. Sedih rasanya melihat diri saya. Sudah jarang puasa, jarang bisa bangun malam, jarang mengaji apalgi buka Al-Qur'an. Hafalan2 pada hilang. (sambil sedikt menunduk, memandang pada layar laptop) Semakin bertambah umur, ujiannya semakin banyak Mba. Tanggung jawab pun semakin besar. Tuntutan pekerjaan mengharuskan tampil dengan kesehatan prima, kalau puasa, rasanya lemes banget, kurang produktif, saya pernah ditegur atasan saya karena kurang semangat bekerja dan sering menguap. Apalagi sekarang sudah punya suami dan anak. Kerjaannya tambah banyak. Pulang kerja ndak bisa santai2, harus masak, nyuci, mandikan anak, nemanin belajar anak, dan setumpuk pekerjaan rumah lain telah menanti.
Z: .... (masih menyimak)
X: (melanjutkan lagi) Kamu masih muda Mba, manfaatkan masa mudamu sebaik-baiknya. Kalau sudah kayak saya ini, susah melakukan hal2 yang saya mau. Pertimbangannya banyak, harus bilang suami, gimana nanti anak kalau ditinggal, dan lainnya. Ribet. Mumpung masih muda, harus banyak tirakat. Biar ntar bisa memetik hasilnya, jadi orang gede. Saya dukung kamu Mba buat istiqomah Puasa. Kalau bisa, Mba jangan niru saya ya. Mba harus bisa istiqomah puasanya, jangan berhenti, terus ibadah, sampe Mba menghadap pada Sang Pencipta. Jangan hanya beribadah sampe setelah udah dapet kerja aja, atau keingan sudah tercapai.
Z: Iya Bu. Insya Allah.
X: Saya sangat senang bertemu Mba. Saya jadi termotivasi lagi untuk memperbaiki diri. Saya harus banyak merenungi kehidupan yang sudah saya lalui. Banyak yang sudah tersia-siakan.
Z: Iya Bu, saya juga senang bertemu dengan Ibu. Saya bisa belajar banyak hal (sambil manggut2)
X: Subhanallah.. saya sadar, inilah rencana Allah. Saya dipertemukan dengan Mba, supaya saya bisa bangkit lagi, mulai puasa lagi. Bismillah, Insya Allah.
X: Oiya Mba, saya punya wejangan satu lagi untuk Mba. Kalau sudah kerja nanti, jangan terjebak dengan kegiatan rutinitas. Berangkat pagi pulang sore, trus di rumah mengerjakan pekerjaan rumah kemudian tidur. Rugi banget Mba, kurang produktif. Mba harus bisa mengelola waktu Mba dengan sebaik-baiknya. Alhamdulillah Mba, meskipun ibadah sunnah saya sudah mulai kendur, saya masih bisa ikut pengajian lho Mba. Saya senang bekerja di perusahaan ini. Setiap satu minggu sekali ada pengajian yang boleh diikuti siapa saja, direktur, manajer, staf, hingga petugas cleaning service. Senang rasanya bisa berkumpuldengan saudara dan saudari seiman, mendengarkan petuah2 dari Ustadz. Ustadznya juga keren2 lho Mba, yaa.. walau ndak terlalu terkenal.
Z: Iya Bu, terima kasih atas wejangannya.
X: Hari ini hari apa ya Mba?
Z: Hari KamisBu.
X: Waah.. kebetulan, setiap kamis pengajiannya. Ntar ikut pengajian sama saya Mba.
Z: Iya Bu, Insya Allah.
******************
Hmm.. begitu rupanya kehidupan dunia kerja,
terjebak dengan rutinitas akan menurunkan produktivitas.
Terlena dengan kehidupan dunia,
dapat melalaikan amanah sebagai hamba kepada Sang Pencipta.
Akankah kita senantiasa Istiqomah dalam beribadadah pada-Nya
hingga malaikat pencabut nyawa berhadapan dengan kita?
Bismillah..
Yaa Allah Yang Maha membolak-balikkan hati,
Istiqomahkan kami untuk tetap berada pada agama-Mu.
JSR_011211_09:56
»»  READMORE...

Rabu, 02 November 2011

iiii torehan ide dini hari

suatu kegagalan pastilah menghiasi
sebuah proses tuk mengukir prestasi
hilangkanlah keraguan dalam hati
dan segeralah temukan jati diri

bila kejadian hari ini
membuat keruh suasana hati
marilah memuhasabah diri
agar segera kita temukan solusi

okelah.. mari belajar dari sebuah filosofi
sebuah rumah yang memiliki banyak dimensi
masing-masing memiliki fungsi
yang berhimpun tuk saling mengisi dan melengkapi

menjadi sosok insan islami
memiliki niat dalam hati
selalu penuh motivasi
berjuang menegakkan kebenaran hakiki

****JSR_021110.........._dini hari
»»  READMORE...

Selasa, 01 November 2011

Torehan Tinta Yang Tak Ku Sangka

Benar-benar tak ku sangka
Aku bisa melakukannya
Padahal tak pernah terbayangkan sebelumnya
Pandai membuat bait berima
Aku tak tahu darimana
Kekuatan dan inspirasi itu berada
Ya… tak mengapa
Aku suka melakukannya
Pekerjaan baru menorehkan tinta
Mendokumentasikan hidup yang penuh makna
Supaya dapat bernostalgia….
Ckckck….
*** JSR_11.25_311011
»»  READMORE...

Senin, 31 Oktober 2011

Jawabannya Ternyata

Kini ku tahu
Jawaban supaya tak lagi ragu
Agar tak lagi lama menunggu
Juga tuk segera bergerak maju
Tak tergilas masa lalu

Kembali meluruskan niat dalam hati
Bertekad memperbaiki diri
Mengembalikan sifat berani
Mengikis rasa bosan, malas, iri, dan dengki
Demi meraih kemenangan sejati
Mengejar mimpi-mimpi

** JSR 20.09_311011
»»  READMORE...

Ketika Eksistensi Pemuda Indonesia Dipertanyakan

Wahai para pemuda,
baik pria maupun wanita
Banyak orang bertanya,
di mana gerangan kau berada?

Setelah terbentuknya organisasi pemuda pertama,
setelah tertoreh sumpah pemuda,
setelah penculikan bung karno dan bung hatta,
setelah Indonesia merdeka,
setelah para penjajah enyah dan sirna,
setelah tergulingnya rezim orba,
setelah pemerintahan habibie, gus dur, hingga ibu mega,

Di manakah dirimu wahai pemuda?
Yang kini menjadi damba,
di hati masyarakat yang hampir putus asa
Bosan atas suguhan media
yang menyoroti pemerintahan membabi buta

Ibu pertiwi tlah lama lara
karena dirundung duka
para penduduknya hanya bisa berdoa
semoga Indonesia segera merdeka

Yaa.. merdeka.. untuk kesekian kalinya
Di mana tak ada orang dalam penjara,
pemudanya bebas dari narkoba
pemerintahan bebas dari korupsi yang tlah membudaya
pendidikan dan kesehatan pun bebas pungutan biaya

Di manakah para pemuda?
Yang tak hanya terdiri dari mahasiswa
yang sudah lulus lagi kaya
juga yang sudah berada
Jika merasa umur kalian masih muda
Jangan gadaikan idealisme sewaktu mahasiswa

Di manakah para pemuda?
Pemuda yang siap berjuang di medan laga
Layaknya besi yang siap tempa
Saat ini.. dibutuhkan cendekiawan muda
Yang tak hanya mampu beretorika
Yang mampu melakukan aksi nyata

Berbeda organisasi tak mengapa
Yang penting tetap profesional bekerja sama
Tetap dalam kerangka negara
yang menjunjung Bhineka Tunggal Ika
Tak perlulah saling curiga
Karena kita sama-sama manusia
Yang ada karena Sang Maha Pencipta

Wahai para pemuda
Marilah berhimpun bersama
Memiliki orientasi dan persepsi yang sama
Berjuang membangun karya
Berupaya bersama 23 instansi negara
Tak hanya dengan kemenpora
Tapi juga dengan kementrian lainnya

Ketika melakukan aksi nyata
Tak perlulah memikirkan hal-hal dunia
Tak perlu takut pada para penguasa
Apalagi menunggu turunnya dana
Mari membangun mental wirausaha
Untuk pribadi pemuda yang lebih mulia
Yang berdaya saing dan peduli sesama

***********JSR 11.04
Ringkasan Talkshow dan Workshop Kepemudaan
(31 Oktober 2011 @ Gramex)
»»  READMORE...
»»  READMORE...

Minggu, 30 Oktober 2011

'Ia' Membuatku Sesak Di Dada

Awalnya, aku tak kenal dengan'nya'.
'Ia' yang membuat banyak orang
malas dan patah arang.
Namun sekarang,
'Ia' mulai melakukan sepak terjang

Aku pun tak bisa lagi menawar.
'Ia' mendekat dan semakin menjalar,
memasuki alam bawah sadar
menyelinap di rongga-rongga tubuh
bersatu dengan aliran darah
dan jadilah..

'Ia' menjadi berkuasa
bersemayam di dalam dada
meracuni segala yang ada
hingga membuat surut aksi nyata

Yaa Rabb Yang Maha Pemelihara
Berikanlah pentunjuk kepada hamba
supaya hamba tak putus asa
sehingga tergerak lagi berjuang di medan laga,
panggung sandiwara dunia..

Kau tahu?
'Ia' dengan biasa membunuh
semangat dan tindakan yang dalam kondisi penuh
'Ia' adalah sebuah kata: "JENUH"

*****JSR_ahAD 301011:06.40
»»  READMORE...

Minggu, 23 Oktober 2011

Matahari ada dicerca, Hujan tiba pun dihina


Beberapa hari ini,
Surabaya terasa bagai Padang Sahara,
Matahari pun dicerca,
Bagai orang yang banyak dosa,
Banyak manusia berdoa,
Semoga hujan segera tiba.


Namun ketika hujan tiba,
Banjir melanda,
Penyakit-penyakit merajalela,
Diare, demam berdarah, malaria,
Keberadaan hujan pun dihina
Manusia pun meminta,
Semoga hujan segera reda,


Hmm... manusia-manusia,
Tak adakah yang bersyukur atas rahmat-Nya?
Sesungguhnya,
Allah lebih tahu apa yang dibutuhkan hamba-Nya,
So... Tunggu saja tanggal mainnya.
»»  READMORE...

Senin, 25 April 2011

BERDERMA TANPA MENJARAH (TUKANG BECAK: SANG PEMBERI KETELADANAN)

Diceritakan ulang dari majalah Integrito, Vol 14/IV, Edisi Januari-Februari 2011



Maraknya sosok pahlawan yang muncul tiba-tiba dengan kedok dermawan seringkali kita jumpai di masyarakat. Ia pun mendadak menjadi sosok teladan dan terhormat. Namun tak disangka, harta yang didermakan itu hasil korupsi dan kejahatannya pada negeri ini. Para koruptor itu membalut kejahatannya dengan bungkus kepedulian. Padahal dalam agama diajarkan bahwa rezeki yang diperoleh haruslah halal (baik). Setiap perbuatan pasti akan dipertanggungjawabkan, walaupun sekecil biji sawi. Pertanyaan yang akan didapatkan adalah dari mana harta tersebut diperoleh dan untuk apa dihabiskan? Kisah berikut mengajarkan pada kita bahwa berderma tidak perlu dengan melakukan cara haram dan berderma pun tidak selalu ketika kita memiliki banyak harta.

Bai Fang Li, seorang lelaki dari negeri tirai bamboo, yang memiliki rutinitas mengayuh becak. Pekerjaan rutinnya ini hanya memberikan Bai Fang Li pendapatan yang minim. Hidupnya sederhana. Ia tinggal di sebuah gubuk di kawasan Tianjin, Cina yang jauh dari kesan mewah. Ia pergi di saat mentari bersinar di pagi hari dan pulang saat mentari kembali ke peraduannya. Dengan sabar dan telaten ia mengayuh becaknya, mencari penumpang yang bersedia menggunakan jasanya.

Begitulah, dengan kondisi yang apa adanya, Bai Fang Li berupaya mengumpulkan sedikit demi sedikit uang hasil keringatnya untuk berderma. Ia rela mengais makanan sisa supaya ia bias menyumbangkan uangnya pada sebuah yayasan panti asuhan yatim piatu. Ia mulai melakukannya pada tahun 1986. Ia tak mengharap apapun dari yayasan tersebut. Ia pun tak tahu siapa saja anak yang menikmati uang sumbangannya. Yang dia tahu bahwa anak-anak yang ada di yayasan tersebut butuh uluran tangan darinya.

Pada tahun 2001, kala itu usia Bai Fang Li mencapai 91 tahun, ia datang ke yayasan tersebut dengan kondisi sangat lemah. Ia mengatakan pada pengurus yayasan bahwa ia sudah tak sanggup lagi mengayuh becak karena kesehatannya memburuk. Saat itu, ia membawa sumbangan terakhirnya berupa uang 500 yuan yang setara dengan Rp 675.000,00. Dengan uang sumbangan terakhir itu, genaplah sumbangannya pada yayasan sebesar 350.000 yuan, yang setara dengan Rp 472,5 juta. Pada tahun 2005, Bai Fang Li meninggal dunia akibat terserang penyakit kanker paru-paru. Anaknya, Bai Jin Feng, baru tahu kalau selama ini ayahnya telah memberikan sumbangan pada yayasan tersebut.

Bai Fang Li telah pergi selamanya. Ia pergi dengan meninggalkan banyak hal. Semangatnya untuk berderma dan kerja kerasnya dalam bekerja. Banyak penghuni yayasan yang merasa kehilangan sosok Bai Fang Li. Bukan hanya karena uang sumbangannya, namun karena sosok yang rela berderma tanpa pamrih di tengah kesederhanaan hidupnya. Meski hidup dari mengayuh becak, ia punya kepedulian sangat tinggi kepada nasib orang lain yang dianggap tidak seberunyung dirinya. Berderma tanpa pamrih dengan cara yang halal pula….
»»  READMORE...

Sabtu, 05 Februari 2011

GARA-GARA PENITI

“Eh.. kapan SBY dateng ke ITS? Koq gak jelas gitu. Diundur-undur terus.”
“Insya Allah tanggal 14 koq, hari Selasa minggu depan.”
“Beneran tuh.. gak diundur lagi?"
“Iya koq, berita terupdate begitu."
***

Jum’at, 10 Desember 2010

Pagi ini kumulai aktivitas menuju kampus dengan mengayuh sepedaku, Bouraq. Sepanjang perjalanan, kulihat Bapak berseragam coklat muda yang dipadu coklat tua, seragam serba hitam, juga seragam loreng. Aneh, pikirku dalam hati. Bapak-bapak itu kan jarang terlihat di ITS, koq sekarang sangat mudah dijumpai di ITS. Di masjid, rektorat, pos SKK, bunderan ITS, jalan raya, Graha, hutan kampus kota, serta wilayah kampusku dipenuhi Bapak dan Ibu yang sedang bertugas menjalankan amanah mereka.

Hmm... ada apa ya? Terlihat kasak-kusuk mahasiswa dan mahasiswi yang kujumpai di sepanjang perjalanan membahas hal ini. Dari pada bingung, lebih baik tanya. Akhirnya kuputuskan untuk bertanya pada salah satu Bapak yang ada. Setelah mengikuti puteran di bundaran ITS, kuarahkan sepedaku menuju jalan masuk wilayah kampus FTI kota. Kemudian putar balik dan masuk menuju pintu utama. Kulihat ada banyak polisi di pinggiran jalan dekat taman Graha. Ada juga mobil yang diparkir di dekat pintu masuk kampus FTI kota yang dijaga Bapak berbaju serba hitam. Ada satu hal yang menarik perhatianku, ada polisi cantik yang sedang memegang handy talkie yang sesekali melakukan perbincangan serius dengan polisi di sebelahnya.
“Waah.. polwan itu cantik. Tanya sama Ibu itu ah...”, begitu niatku dalam hati.

Niat itu terlewat begitu saja karena kulihat Ibu polwan itu sedang sibuk berbicara dengan HT yang digenggamnya. Akhirnya kuputuskan bertanya pada Bapak berseragam serba hitam yang menjaga mobil.
“Permisi Pak, mau tanya. Ada apa ya koq banyak polisi disini?”, tanyaku.
“Ada panglima datang Mba, mau ngecek tempat SBY ngisi kuliah tamu besok”, jawab Bapak tersebut.
“Oalah.. saya kira ada acara apa, koq heboh gini”.
“Lha iya toh Mba.. Lha wong yang mau dateng orang nomer satu di negeri ini, masak nggak heboh?.”
“Hehehe.. iya ya Pak. Yawdah Pak, terima kasih atas informasinya Pak.”
***

Senin, 13 Desember 2010

Pagi ini seharusnya aku ada kuliah jam 7 pagi. Tapi informasi yang kudapatkan dari salah satu adik di jurusanku adalah: hari ini tidak ada kuliah. Akhirnya kulangkahkan kakiku menunju gedung besar di dekat jurusanku. Pagi ini ada acara gladi bersih. Kulihat Bapak polisi sudah berbaris di lapangan parkir Graha. “Waah.. sepertinya sudah dimulai ni Gladi bersihnya”, pikirku. Kupercepat langkahku dengan mengambil langkah panjang-panjang. akhirnya sampai juga. Kusapa teman-teman yang kujumpai dan yang kukenal di sana. Kusapa juga dosen kuliah Pengantar Technopreneur dan dosen jurusanku. Aku bertanya pada dosenku, bagaimana teknis gladi bersihnya. Beliau mengatakan bahwa gladi bersih dimulai di rektorat sehingga beliau menyarankanku untuk segera menyusul ke sana.

Kemudian aku menyapa teman-temanku dan sedikit berbincang-bincang dengan mereka. Karena aku tidak membawa bouraqku, kuurungkan niat untuk ke rektorat. “Toh nanti ujung-ujungnya juga ke sini”, pikirku dalam hati. Sekian lama aku dan teman-teman njamur-wasting time dengan berbincang-bincang sambil menunggu kejelasan gladi bersih. Tiga puluh menit berlalu, tetap belum ada kepastian. Akhirnya kuberanikan diri untuk bertanya pada bapak-bapak angker-seragam hitam dengan tulisan PM di lengan- itu. Ternyata, bapak-bapak itu juga tidak tahu. Huff... Kutarik nafas panjang. Aku segera kembali ke tempat duduk untuk menunggu. Tiga puluh menit berikutnya, aku bangkit lagi, mencari kejelasan info gladi bersih. Kulihat mahasiswa berbaris menaiki tangga dengan sangat teratur. “Oh.. mungkin ini teman-teman yang dari rektorat”, pikirku dengan cepat.

Aku bertanya pada Ibu-Ibu cantik (aku gak tahu Ibu ini siapa karena seragamnya putih-hitam, antara polwan dan bukan, mungkin intel kali..) yang membuat barikade di sekitar tangga. Jawaban yang kurang memuaskan dari Ibu itu. Masih belum ada kejelasan mengenai gladi bersih ini. Sedikit pencerahan kudapat ketika aku dan seorang temanku menghampiri Bapak berperawakan polisi tapi berkemeja cream dan bawahan gelap. Sekali lagi kami menanyakan kejelasan gladi bersih, akhirnya dapat juga. Uups, belakangan aku baru tahu kalau Bapak yang kutanyai tadi adalah dosen ITS.
Aku dan dua orang temanku mencoba mencari sebnyak-banyaknya info ke lantai 2. Di sana, kulihat teman-teman memenuhi barisan terdepan kursi yang telah di tata bershaf-shaf. Ada seorang ibu dan bapak yang sibuk mengatur tempat duduk mahasiswa. Ibu itu terlihat lelah sekali. Beberapa bulir keringat menetes di wajah beliau. Dengan segera, beliau mengusapnya, berhenti sejenak, menarik nafas panjang, dan melanjutkan kembali pekerjaannya. Sekian lama aku memperhatikan aktivitas Ibu itu. “Mmm... mungkin ibu ini punya banyak info, aku harus tanyai beliau!”, gumamku.

Aku kembali memperhatikan gerak-gerik Ibu dan Bapak itu. Hingga akhirnya aku mendapat celah untuk menghampiri keduanya kemudian menanyakan kejelasan gladi bersih dan pembagian tempat duduk. Ibu itu menjelaskan bahwa beliau hanya mengatur mahasiswa yang duduk di bangku dua terdepan di lantai dua. Selain itu bukan tanggung jawab beliau. Aku pun menawarkan bantuan untuk sedikit meringankan pekerjaan Ibu tersebut, namun beliau menolaknya dengan alasan masih bisa dikerjakan sendiri. Aku segera kembali ke tempat duduk dengan sedikit kecewa. Namun, kekecewaan itu tidak berlangsung lama karena seorang temanku menghampiri tempat dudukku dan teman-temanku dengan membagi-bagikan snack. Alhasil, hampir selama 2 jam di graha aku dan teman-teman hanya mendapatkan snck saja, kejelasan gladi bersih belum kudapatkan. Namun mengenai pembagian tempat duduk, aku sudah mendapatkan informasi dari seorang dosen yang bertanggung jawab atas hal ini.
***

“Kepada Mas dan Mba serta teman-teman, harap mengambil undangan kuliah tamu di sekretariat HMTI”, begitu sms yang kudapati di layar hpku. Maka, sebelum berangkat kuliah Pengantar Technopreneur di Material, kusempatkan mampir di sekret HMTI untuk mengambil undangan.
“Besok dibawa Mba undangannya, klo gak bawa undangan ntar gak bisa masuk”, terang adik yang memberiku undangan di sekretariat HMTI.
“OK. Makasih Dek”, setelah berucap aku segera meninggalkan kampusku dan berangkat menuju tempat kuliah selanjutnya.
“Hey, Mba, ketemu lagi...”, sapaku pada seorang teman sekelas di mata kuliah Techno. Mba Via, Sipil 2006. Tadi pagi aku berjumpa di Graha waktu persiapan gladi bersih.
“Eh, udah dapet undangannya?” tanya Mba Via padaku.
“Udah Mba. Ada apa?”, timpalku.
“Aku belum dapet ni, masih belum jelas dapet ato gak”, ujar Mba Via lagi.
“Emm.. Mba Via ini diundang dari jurusan kah?”
“Enggak Dek. Aku daftar lewat sms itu lho, nitip temanku.”

Aku menjelaskan kepada Mba Via bahwa ada misscomunication yang terjadi antara mahasiswa dengan pihak birokrasi. Pihak BEM ITS menyangka bahwa undangan yang terkonfirmasi masih sedikit sehingga tempat kuliah tamu banyak yang kosong. Kemudian pihak BEM berinisiatif untuk membuka pendaftaran via sms bagi mahasiswa yang ingin mengikuti kuliah tamu. Belakangan, diketahui bahwa kursi kosong yang tersisa dialihkan untuk jurusan di ITS sehingga setiap jurusan mengirimkan perwakilan mahasiswa dan dosennya. Mahasiswa yang daftar via sms pun batal hadir dalam kuliah tamu tersebut. Setelah kuberikan penjelasan, Mba Via segera menghubungi temannya. Ternyata dia mendapatkan undangan dari jurusan. “Alhamdulillah... Rejeki Mba... ujarku.”
***

Selasa, 14 Desember 2010

Tidak biasanya pada pukul 6 pagi, ITS sudah ramai. Keramaian ini terlihat di daerah parkiran BAAK dan sekitar rektorat. Di depan gedung rektorat, terlihat beberapa bus dan Elf bertuliskan Institut Teknologi Sepuluh Nopember berbaris berjajaran. “Oh, itu bis yang mau dipake ngantar peserta kuliah tamu ke Graha”, ucapku pada seorang temanku yang berangkat bersamaku. Euforia kedatanagn SBY disambut sukacita oleh civitas akademika ITS. Mereka yang mendapatkan undangan kuliah tamu berdatangan di gedung rektorat. Sarapan telah disediakan, para civitas akademika yang memenuhi gedung rektorat segera mengambil jatah sarapannya hingga nasi kotak yang telah dijatah pas sesuai jumlah undangan kehabisan dan digantikan sego njamur. Setelah sarapan, para undangan mengambil id yang terdapat foto dan bertuliskan namanya. Beberapa mahasiswa yang merupakan undangan dari jurusan dengan mudah mendapatkan idnya. Sedangkan para aktivis ormawa yang juga mendapatkan undangan terlihat berkumpul di ruang sidang rektorat lantai 1 untuk menunggu kejelasan id.

Aku mendapatkan undangan dari jurusan, namun aku sedikit menemui kesulitan dalam mengambil id karena pada saat mengambil id harus menunjukkan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM). Pada saat itu, aku tidak membawa KTM, yang kubawa adalah Kartu RBTI. Aku baru tahu info tersebut, padahal desas-desus yang beredar bahwa boleh menunjukkan kartu apapun yang penting ada foto dan menunjukkan mahasiswa ITS. Kutarik nafas panjang. Akhirnya kuputuskan untuk mengambil KTM ku yang berada di salah satu Laboratorium jurusanku. Dengan berjalan kaki aku berangkat ke TI. Kupercepat langkahku supaya lebih cepat sampai di lab dan segera berangkat ke graha.
Seragam coklat. Itulah orang yang perama kali kulihat dikampusku. Kampusku dijaga ketat oleh mereka. Bapak-bapak ini kulihat tidur-tiduran di kantin dan di tempat duduk sekitar kantin. Ada juga yang sedang merokok dan berbincang-bincang dengan temannya.
“Permisi Pak, saya mau ke Lab itu (sambil menunjuk Lab APK, Jurusan Teknik Industri ITS). Saya mau mengembil KTM saya Pak.”

Pak polisi yang sedang jagongan di depan Lab APK malah nyangar-nyengir. Salah satu dari mereka menimpali dengan santai, “Iya Mba.. Mongo.. monggo..”.
Aku menarik nafas panjang. Ngeri juga melihat seragam coklat-coklat dan seragam serba hitam jagongan di kampus. Eits.. yang ini bukan adik-adik pramuka yang sedang berkunjung ataupun adik-adik yang sedang berlatih bela diri Lho... Mereka adalah orang-orang yang tergabung dalam satuan kemanan negara TNI dan Polri.

Dengan segera, aku memasukkan kunci pada lubang pintu dan membuka pintu Lab APK yang terbuat dari kayu. Aku berusaha secepat mungkin mengambil KTMku yang diletakkan di pintu lemari kaca Lab.
“Hup. Alhamdulillah.. KTMku aman..”
Dengan menggunakan segala daya dan upaya, aku segera kembali ke gedung rektorat. Aku tidak ingin kehikangan kesempatan emas ini gara-gara tidak membawa KTM. Sesampai di rektorat, aku pun bergegas ke tempat pengambilan ID-cad peserta. Setelah mendapatkannya, aku merasa lega karena sudah aman. Semua yang menjadi syarat untuk ikut kuliah umum RI 1 sudah kubawa.
Terdengar desas-desus bahwa peniti dilarang dipakai ke tempat kuliah umum di Graha. Whats..??? Informasi ini sungguh mengejutkanku. Beberapa teman yang menyapaku berkata bahwa jika mau ikut kuliah tamu, dilarang menggunakan benda-benda seperti peniti, pin, bros, dan benda lainnya. Hal ini dikarenakan sebelum keluar gedung rektorat, ada sebuah alat penyensor benda-benda berbahaya, termasuk peniti.

Mendengar hal tersebut, aku tidak langsung percaya. Aku pergi ke bagian tengah gedung rektorat lantai 1. Aku melihat para mahasiswi yang sebelumnya kulihat rapi berjilbab, kini mulai tersibukkan dengan dandanan jilbabnya. Mereka mencoba berjilbab tanpa menggunakan peniti ataupun sejenisnya. Caranya dengan dililil-lilitkan di sekitar leher kemudian dimasukkan bagian ujung jilbab ke bagian depan celah jilbab dekat pipi. Subhanallah... Aku terpesona dengan perjuangan mereka. Mereka sangat memiliki niat dan komitmen yang tinggi untuk tetap mengikuti kuliah umum RI 1 yang tergolong langka ini (karena baru pertama kali ada kuliah tamu RI 1 di ITS). Satu hal yang sangat aku sayangkan dari mereka yang telah berangkat terlebih dahulu menuju Graha? Mengapa tak seorang pun yang memperjuangkan hak seorang muslimah untuk mengikuti kuliah tamu RI 1 ini...? Semangatku untuk memperjuangkan para muslimah telah bulat. Dengan sedikit emosi, aku menghampiri petugas yang memeriksa pintu keluar gedung rektorat menuju bis pengantar ke Graha.

“Permisi Bapak, saya mau tanya”, ucapku.
“Iya Dek, ada apa?”, jawab petugas berpakaian serba hitam yang sedang berdiri di dekat pintu kaca gedung rektorat. Di sekelilingnya ada beberapa perempuan berpostur layaknya polwan yang tampil layaknya seorang model yang tegas dan berbadan tegap.
“Begini Bapak, saya mau mengkroscek informasi, apakah benar kita tidak boleh memakai peniti untuk menghadiri kuliah tamu RI 1? Klo informasi itu benar, kenapa penti tidak boleh digunakan?”, tanyaku berurutan.
“Iya Dek, informasi itu benar. Pemakaian peniti memang dilarang, karena kami tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama”, jawab petugas itu.

Di sekelilingku, banyak orang berjalan hilir mudik, menunggu kepastian keberangkatan. Ada juga yang dengan mudah melewati pintu penyensor dan lolos sensor, kemudian menaiki bus untuk berangkat ke graha. Kebanyakan mereka yang dengan mudah melewati screening awal du pintu rektorat adalah para dosen dan karyawan, serta mahasiswa yang tidak melibatkan peniti atau barang sejenisnya dalam kehidupan mereka.

Dengan emosi yang sudah memuncak aku tetap mencoba memperjuangkan benda kecil berbahan logam untuk tetap bisa digunakan para muslimah berangkat menuju graha, menyaksikan kuliah umum orang nomor 1 di Indonesia. Aku pun mengajukan pembelaan kepada petugas tadi. Kali ini, mbak-mbak yang ada di sekeliling petugas tadi juga siap menimpali pertanyaanku, ataupun siap bertindak mengamankanku jika aku melakukan aksi anarkis. Berlagak sok cool dan gaya santai dicampur gaya sok akrab ke petugas dan mbak-mbak itu, aku melakukan lobying.

“Waduuh Pak... ini kan cuman benda kecil. Peniti. Emang mau dibuat apa to sampai-sampai ketemu presiden aja nggak boleh pake peniti. Peniti juga nggak tajam-tajam amat. Tajeman silet, cutter, ato pisau. Nggak mungkin kita melukai presiden atau orang-orang di sana pake peniti...”, ujarku.
“Yang namanya peraturan, ya peraturan Dek. Dilarang ya dilarang. Kenapa peniti nggak boleh dipakai, karena beberapa waktu yang lalu, waktu ada kunjungan Boediono di Grand City, Surabaya, kami kecolongan. Para peserta yang ikut dalam acara Boediono itu masuk dengan membawa kain yang dipotong kecil-kecil dan disembunyikan di saku pakaian mereka. Di dalam ruangan, mereka menyambung potongan-potongan kain itu pake peniti sampai jadi seperti sapnduk dengan tulisan ‘Turunkan Boediono!’, jawab petugas itu.
“Oo gitu Pak.. Tapi kita mahasiswi ITS nggak bakalan macem-macem Pak. Nggak mungkin kami bertindak seanarkis itu. Kasihan loo Pak, saya dan teman saya udah siap berangkat, eh.. gara-gara peniti nggak bisa berangkat. Mereka sudah sejak pagi di sini, nunggu lama, tapi ternyata nggak boleh ikut.”
“Lhoo Dek.. ada koq yang pake jilbab juga tapi berangkat. Dia lho pake jilbabnya juga bagus, dililitkan ke leher gitu.”
“Hmm... menurut saya Pak, mereka sebenernya juga nggak nyaman. Bisa aja ntar jilbabnya tiba-tiba lepas lilitannya, eh.. malah nggak karuan. Dalam Islam Pak, jilbab seperti itu juga nggak syar’i karena kecil dan terasa terhimpit dililit jilbab. Gini deh Pak.. Saya berani jadi jaminan kalau ada mahasiswi yang memakai peniti bertindak anarkis, saya siap bertanggung jawab. Saya mau ketemu atasan Bapak langsung aja. Saya mau ijin langsung. Masak peniti aja nggak boleh dipake?”
“Atasan saya lagi nggak di sini Dek. Dia bertugas di Graha.”
“Yaah.. sama aja donk Pak, saya nggak bisa ke sana.”
“Yaudah.. ke rektormu aja”, saran petugas itu.
“Waah.. sepertinya tidak ada solusi yang tepat. Rektor saya pastinya juga sudah di Graha Pak. Yaudah deh Pak. Makasii atas infonya,” aku menutup pembicaran dengan petugas itu dengan rasa kecewa. Kemudian aku segera menemui teman-teman yang ada di pintu samping rektorat. Aku menceritakan semua isi pembicaraanku. Selesainya aku bercerita, teman-temanku juga memberikan respon yang sama seperti responku mengakhiri pembicaraan tadi.
“Oke.. tidak ada jalan lain. Kita harus pulang mengambil krdung yang langsungan. Karena kita harus tetap masuk. Jangan sampai melewatkan momen langka ini”, ujar Rahma.
“Yawdah deh.. aku ta pulang ngambil krudung. Ayok, siapa yang mau ikut aku ngambil krudung?, tanyaku pada teman-teman.
“Aku aja, ni aku bawa motor”, timpal seorang temanku bernama Ais.
“Oke.. ayo bergegas.. Ngebut y ntar.. supaya nggak ketinggalan”.
“Siip...”, jawab Ais.

Sesampainya di kos, aku segera mengambil semua krudung langsungan yang kupunya. Aku pun segera berganti krudung, beitu juga Ais. Kuraih tas yang tergeletak di lantai kamar, lalu kumasukkan semua krudung yang kupunya. “Ini untuk teman-teman yang lain juga, siapa tahu ada yang butuh”, batinku.

Aku berlari-lari menuju ke gedung rektorat setelah Ais menurunkanku di jalan depan Rektorat. Ais menyuruhku berangkat duluan, memberikan krudung-krudung itu, smentara ia memarkir sepeda motor. Dengan nafas terengah-engah, aku menawarkan krudung kepada teman-teman yang telah menungguku, mirip penjual asongan yang menawarkan dagangannya kepada para penumpang bus.
“Sementara ini, yang sudah jelas pasti berangkat adalah Rahma dan Hajar. Karena semua persyaratan sudah terpenuhi. Id-card, KTM, dan tanpa peniti. Kalian berangkat dulu aja”, ujar Fathin.
“Oke, aku berangkat dulu. Ayok Rahma...”, ajakku pada Rahma.

Aku dan Rahma segera bergegas menuju pintu penyensor itu. Melewati pintu yang dijaga petugas yang kutanya tadi dan mbak-mbak model yang sigap dan tegas. Aku dan Rahma lolos screening awal di gedung rektorat. Kemudian kami segera menaiki bus berwarna abu-abu yang bertuliskan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

Bis mini yang kunaiki ini hanya dinaiki 4 orang penumpang. Meskipun jumlah bangku yang tersedia ada 30, sopir bis ITS tidak menunggu sampai penumpang penuh. Bis ini langsung berangkat karena mengejar waktu yang mepet dengan pembukaan kuliah tamu RI 1. Di bunderan ITS, kulihat banyak sekali bapak-bapak berseragam coklat dan berseragam hitam berdiri, bersiap siaga memblokade jalan. Jalan Kertajaya sudah dikosongkan dari kendaraan jenis apapun. Itu artinya RI 1 beserta rombongannya sedang dalam perjalanan menuju ke Graha ITS dan bis yang kunaiki otomatis harus mencari jalan lain menuju Graha.

Supir bis dengan keahlian yang dimiliki segera mengoper persneling dan melajukan bis ke arah jalan Asempayung. Kemudian berbelok ke kiri dan melaju di Jalan Arief Rahman Hakim. Di pertigaan Sakinah Supermarket, bis berbelok dan melesat di sekitar kampus ITS. Arah yang diambil supir bis adalah ke PPNS. Bis dan awaknya melaju dengan cepat melalui gedung-gedung jurusan di ITS. Teknik Elektro, Teknik Material, Teknik Kimia, Teknik Perkapalan, Teknik Kelautan, Teknik Informatika, Desain Produk, PPNS dan PENS. Alhamdulillah jalan raya ITS sudah dibuka. Berarti RI 1 dan rombongan telah memasuki kompleks Graha. Aku membatin dalam hati, “Apakah masih bisa masuk? Harus bisa lah...”. Teringat perjuangan panjangku sebelum menaiki bis ini.

Bis berhenti di pintu masuk sebelah utara Graha. Supir bis bingung mau masuk melalui pintu yang mana. Aku nekat turun di pintu tersebut untuk masuk Ke Graha. Namun kernet bus melarangku karena pintu itu bukan pintu masuknya. Aku mencoba bersabar. Akhirnya bis melaju lagi dan memasukipintu utama Graha. Aku melihat dari jendela bis, mobil-mobil berwarna hitam telah memadati tempat parkir utama Graha. Mobil berplat merah dan hitam dengan berbagai jenis warna dan merk juga memadati semua area parkir Graha. Dari jendela bis, aku juga melihat beberapa orang yang baru saja datang dan menuju pintu penyensor kedua ditolak kehadirannya oleh petugas yang menjaga. Alasannya karena acara sudah dimulai. Bis yang kunaiki belum berhenti, beberapa menit kemudian terlihat dua bus ITS yang membawa mahasiswa mengekor di belakang bus ku. Mereka turun, saya dan penumpang bus lainnya juga turun, berharap bisa masuk dan mengikuti kuliah tamu RI 1. Kedatangan kami ditolak oleh petugas yang berjaga. Kami datang terlambat, sementara Presiden RI sudah memasuki ruangan. Aku menghela nafas panjang. SABAR. Kemudian, kami para penumpang bus, kembali ke rektorat untuk melanjutkan aktivitas yang lain.

“Okee.. plan B..!! Nggak ikut kuliah tamu nggak masalah. Berarti kita bisa ikut aksi”, kataku pada Rahma untuk menyemangati diriku sendiri.
“Oke Mba. Siip..!!”, timpal Rahma.
Setelah bus ITS menurunkan para penumpang di gedung Rektorat, aku dan Rahma segera menuju ke BEM untuk bergabung dengan teman-teman yang berangkat aksi. Teman-teman BEM yang melihat kedatanganku kaget. Mereka menanyaiku mengapa nggak jadi ikut kuliah tamu RI 1. Setelah ku ceritakan, merekayang melihat kedatanganku kaget. Mereka menanyaiku mengapa tidak jadi ikut kuliah tamu RI 1. Setelah ku ceritakan, mereka memberikan respon yang bermacam-macam. Ada yang membesarkan hatiku, ada yang merutuki petugas-petugas itu, ada juga yang langsung mengajakku berangkat aksi.

Akhirnya, aku tergabung dalam barisan mahasiswa yang terbalut dengan kain berwarna biru. Mereka, para peserta aksi, menggunakan jas almamater masing-masing kampus. Para peserta aksi itu tidak hanya dari ITS tapi juga dari BEM UNAIR dan UMS. Dalam barisan ini, aku turut mengondisikan peserta aksi, mahasiswa yang lebih muda usianya dari ku. Memasok logistik dan membeli perlengkapan aksi, setidaknya itulah kontribusi nyataku dalam aksi ini. Dari pada duduk manis mendengarkan kuliah tamu dan tidak bisa berbuat apa-apa, lebih baik ikut aksi, begitu pikirku. Banyak teman-teman dari berbagai media yang meliput aksi kami, para mahasiswa yang tergabung dalam BEM SI – Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia. Aksi BEM SI kali ini sangat unik, tidak hanya orator saja yang menyuarakan suara hati kami. Tak hanya cukup drama teatrikal saja. Namun juga ada aksi dorong-dorongan dengan bapak-bapak Polisi. Hmm... sekali lagi, lebih berkesan dari pada hanya duduk menonton orang bicara.

Sebaik-baik manusia merencanakan, rencana Allah-lah yang paling Indah. Subhanallah... Puji syukur Alhamdulillah tak hentinya kupanjatkan. Hanya gara-gara peniti, aku tak jadi mengikuti kuliah tamu RI 1. Namun aku merasa menjadi lebih berarti karena aku bisa ikut aksi ini. Hmm... pupuslah harapan setelah sekian lama berharap bisa berjumpa dan menyaksikan secara langsung RI 1 berpidato. But.. It's never mind... Insya Allah masih ada kesempatan lain.
********* Sekian..********
»»  READMORE...

Jumat, 04 Februari 2011

KIAT BAHAGIA DUNIA DAN AKHIRAT

Hmm...............

Apa aja tuh,...

Mari simak poin-poin di bawah ini:

1. Menyadari bahwa kehidupan kita TIDAK HANYA HARI INI saja. So… jangan tunda pekerjaan Kawan! AMANAH akan terus BERTAMBAH seiring berjalannya WAKTU.

2. Jangan terjebak dengan MASA LALU dan KINI. Masa LALU jadikan pengalaman, cambuk, serta AJANG MUHASABAH aja…

3. Jangan terJEBAK dengan MASA DEPAN. Terlalu banyak berANGAN-ANGAN = menyibukkan dengan hal-hal GAIB. Namun, bukan berarti meyibukkan diri dari masa depan sama dengan tidak boleh berMIMPI. Mimpi itu harus tetap ada. So… seimbangkan antara MIMPI dan REALITA.

Siip...

SELAMAT Mengamalkannya Sahabatku, calon penghuni SURGA....
»»  READMORE...

AKU BISA, PASTI BISA, dan HARUS BISA.. karena ALLAH ada bersama Saya..!!

“Ketika memikul yang lebih besar maka kita akan mendapatkan sesuatu yang lebih banyak dan lebih besar. Maka jangan berpikir kita tidak bisa, berpikirlah kita bisa karena Allah bersama kita.”

Mari buka Al-Qur’an kita surat Al-Baqoroh ayat 286. Yang artinya: “Allah tidak akan memeberikan beban di luar kemampuannya...”. Jika kita merasa tidak kuat dengan beban atau masalah yang sedang kita hadapi, maka bersabarlah kawan. Anggaplah ujian adalah sesuatu yang akan membuat kita berpikir dan bertindak lebih dewasa dan lebih jantan. Bukan sebagai pecundang, namun sebagai pemenang.

Waktu sekolah, dari SD bahkan sampai mahasiswa S-3 pun, kata “ujian” sangat akrab ditelinga kita. Kenapa siih koq harus ada ujian? Jawabannya adalah karena ujian merupakan sarana untuk meningkatkan jenjang pendidikan kita. Ujian kelas 1 SD adalah ujian supaya bisa naik ke kelas 2 SD. Ujian Ebtanas/UNAS fungsinya juga untuk menguji kemampuan kita apakah layak meneruskan jenjang pendidikan berikutnya. Ujian Sidang Akhir..? Tetep sama. Tujuannya adalah untuk menguji kemampuan kita apakah sudah pantas untuk menyandang gelar sebagai seorang intelektual muda. Begitulah ujian dalam dunia pendidikan, menguji untuk meningkatkan jenjang pendidikan kita.

Sama halnya dengan ujian kehidupan. Ujian itu dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas kita dalam menyelesaikan masalah. Selain itu juga untuk meningkatkan derajat kita sehingga berhak untuk naik ke jenjang kemuliaan di sisi Allah..

Jangan mengeluh Sobat... Hal ini berlaku bagi siapapun, termasuk penulis. Menurut sebuah penelitian, mengeluh malah akan memperburuk keadaan. Karena apa yang mulut ucapkan akan memberikan stimulus pada organ tubuh yang lain untuk bekerja sesuai dengan apa yang kita ucapkan. Ingat kalimat "Ucapan adalah bagian dari Doa"..? Yup.. seperti itulah dampak dari ucapan. Ucapan akan mempengaruhi alam bawah sadar kita dan akan membentuk mindset yang negatif.

Berkatalah.. AKU BISA, PASTI BISA, dan HARUS BISA.. karena ALLAH ada bersama Saya..!!

SEMANGAT Kawan... Ambil hikmah dari setiap peristiwa. Selalu berpikir positif. Karena pikiran itulah yang akan memberikan energi positif bagi kita untuk melakukan sesuatu secara powerfull.
»»  READMORE...

INILAH CARAKU BERBAKTI KEPADAMU, MAMA...

“Aslm. Mba Qanita? Kpn plg?"
Qanita bingung menjawab sms dari adik perempuannya, Zahra. Agenda kampus dua minggu ke depan luar biasa padat. Tiap akhir pekan ada saja kegiatan.
“Kapan ya aku bisa pulang..? kelihatannya kalau pulang di akhir pekan sudah ndak mungkin lagi deh. Klo di sela-sela jadwal kuliah mungkin bisa kali ya.” Gumam Qanita dalam hati.
Senin, kuliah dari jam 7 pagi sampai jam 3 sore. Setelah itu ngisi mentoring adik-adik 2010. Malemnya ada rapat. Selasa pagi, ada syuro. Setelah itu cari data ke perpus untuk tugas kuliah. Siangnya ada kuliah, sore rencananya mau ngenet, malamnya kuliah lagi. Rabu, sebenarnya ndak ada kuliah sih. Tapi mau ikut upacara sumpah pemuda dan aksinya sospol BEM. Terus, ngerjakan tugas sampe malem. Kamis pagi ada kuliah, terus jam 10 ngisi mentoring adik-adik kelompok Istiqomah, trus ngerjakan tugas lagi, dan sorenya kuliah. Malamnya ada rapat. Jumat pagi ada liqo, terus jam 11 ngisi liqo kelompok mujahidah. Siangnya ada kuliah tamu Technopreneur. Sore, ada rapat di BEM.
“Waduh... kapan bisa pulangnya?? banyak banget tugasnya, mana pada deadline lagi!”
“Belum tau Dek, kpn bs plg. Cz agenda kampus padet bgt. Tgs2ku jg pada deadline smw”
“Assalamu’alaykum Mba Qanita. Mba, lg sibukkh? Aq pingin diskusi sm Mba. Mba Qanita bisanya kpn Mba?”. SMS dari salah satu adik 2009 jurusan lain yang bernama Jamilah.
“Qanita, minta tlg sgera dicairkan dana kegiatan Speak-up Girls nya ya. Cz klo g sgera dicairkan qt ndak bisa dpt uang lho.. Ntar g bs byr utang ke tmn2. Ayok disgerakan ya!”, SMS dari rekan seperjuangan Qanita.
***

Qanita merupakan mahasiswi sebuah perguruan tinggi negeri. Ia merupakan seorang aktivis yang memiliki banyak kegiatan. Meskipun jarak kampus dengan rumahnya cukup dekat, yaitu sekitar 20 km, namun Qanita lebih memilih tinggal di dekat kampus. Ia tinggal di sebuah asrama yang tidak dipungut biaya sepeser pun. Di sana, Qanita menjadi pendamping adik-adik penerima sebuah beastudi. Setiap hari, Qanita bangun pukul 2 pagi untuk membangunkan adik-adik asrama dan menunaikan shalat tahajud. Qanita meneruskan aktivitasnya dengan hafalan juz 30 dan hadits Arba’in. Qanita membiasakan diri untuk tidak tidur setelah shalat subuh. Hal ini dilakukan dengan berbagai aktivitas, seperti membaca al-ma’tsurat, mencuci baju, menyapu, menyiram tanaman, dan sebagainya.
Akhwat sederhana yang bersahaja, tangguh, dan selalu ceria. Itulah gambaran diri Qanita. Meskipun orang tuanya tergolong mampu, ia tidak ingin meminta dibelikan sepeda motor. Perpindahan Qanita dari satu tempat ke tempat lain dilakukan dengan mengendarai sepeda onthel. Terkadang, Qanita juga berjalan kaki atau naik transportasi umum. Qanita telah memegang teguh prinsipnya, yaitu berusaha untuk bisa mengendalikan diri tidak bergantung pada kecanggihan teknologi, salah satunya dengan mengendarai motor dengan alasan: “Aku tidak ingin mencemari lingkungan kampus karena dunia ini telah banyak dirusak manusia. Manusia telah banyak bergantung pada kendaraan bermotor sehingga berakibat pencemaran dimana-mana. Naik motor atau mobil pribadi juga membuat negeri ini kurang sehat. Kemacetan dimana-mana, orang-orang terserang penyakit paru-paru, dan di sisi lain membuat penghasilan para sopir bus, bemo, juga tukang becak berkurang. Padahal mereka juga butuh uang untuk menghidupi keluarganya. Jika saya naik motor saya malu pada Allah karena saya tidak mampu mempertanggungjawabkan kelak di akhirat.” Begitulah Qanita, ia seorang yang idealis. Prinsip hidup dan cita-citanya tinggi. Hidup mulia di sisi Allah dan mati sebagai syahidah, itulah mimpinya.
***

“Assalamu’alaykum...”, ucap Qanita sambil memasuki rumahnya. Akhirnya Qanita menyempatkan diri pulang pada hari Selasa malam setelah selesai kuliah. Di rumah, orang tua Qanita membuka usaha toko. Qanita merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Kakaknya bernama Qinwa. Adiknya ada tiga, dua orang perempuan dan 1 orang laki-laki. Adik pertama bernama Zahra, adik kedua bernama Muhammad, dan adik terakhir bernama Hajar.
“Kak, Mama mana? Koq gak kelihatan?”, tanya Qanita pada kakaknya.
“Mama tidur, sudah capek seharian jaga. Dari pagi belum istirahat habis belanja keliling-keliling”, jawab kakak Qanita.
“Ayah?”, tanya Qanita lagi.
“Ayah di atas, tidur juga. Ayah juga capek Qan, nganterin Mama belanja.”
“Mba.. beli..”, suara seorang pembeli.
“Qan, jualin tuh, aku udak capek juga dari tadi jualin terus”, ujar kakak Qanita.***
“Lagi libur kuliahnya Qan?”, tanya mama.
“Enggak Ma, malah lagi sibuk-sibuknya. Banyak tugas yang harus dikumpulkan, mana banyak acara di kampus pula”, jawab Qanita.
“Qanita, tuh bukunya diberesin di taruh lemari kaca yang di mushola. Dua minggu lagi ada tamu yang datang, jadi rumah harus sudah bersih dan rapi”, ucap Ayah.
“Ayah... Qanita mau berangkat ke kampus. Sudah banyak tugas dan orang menanti.”
“Qanita itu Yah, sok sibuk klo di rumah. Klo di kampus aja suka lama-lama. Semuanya diurusin makanya jarang pulang.” Ujar kakak Qanita kepada Ayah
“Kamu ini Qan.. sukanya ngasih nasehat macem-macem, tapi klo disuruh Ayah sama Mama mesti sok sibuk. Katanya harus berbakti sama orang tua, tapi mana? Kamu malah gak pernah pulang, jarang bantu-bantu di rumah. Padahal di sini semuanya kerja keras banting tulang buat nyari uang untuk biaya kuliahmu dan uang jajanmu. Aku gak mau nganterin. Berangkat sendiri aja!”, ucap kakak Qanita dengan nada yang meninggi.
“Sudah.. sudah.. pagi-pagi uadah rame kayak pasar. Qanita makan dulu sana, sebelum berangkat. Qinwa ada orang yang mau beli tuh,” ucap mama melerai pertengkaran.
Dengan mata agak berkaca-kaca, Qanita segera bersiap-siap berangkat ke kampus.
“Aku berangkat Ma, Yah.. naik bemo aja.”
“Lho? Koq ndak makan?, tanya Mama.
“Qanita puasa Ma.”.
***

Ayah, Mama, Kak Qinwa, Zahra, Muhammad, dan Hajar.
Assalamu’alaykum wr wb.
Sebelumnya, mohon maaf atas segala perbuatan, ucapan, serta hal-hal yang telah menyakitkan kalian semua. Kutuliskan surat ini semoga Ayah, Mama, Kak Qinwa, Zahra, Muhammad, dan Hajar tidak pernah berburuk sangka kepadaku lagi.
Ayah, Mama, Kak Qinwa, Zahra, Muhammad, dan Hajar.
Jika kalian tahu, di sana, di tempatku tinggal, di kampusku, Kehidupanku tak ubahnya Ayah, Mama, Kak Qinwa, Zahra, Muhammad, dan Hajar di rumah. Perjuanganku di kampus pun sama beratnya. Dipundakku, telah terpikul berbagai amanah dakwah. Amanah ini, tak satu pun kupinta. Tapi Allahlah yang memberinya untukku. Allahlah yang memilihku untuk menyelesaikan amanah ini. Kepulanganku yang jarang, sedikitnya aktivitasku dirumah, semuanya kukorbankan untuk menunaikan amanah ini. Aku rela mengerjakan apa saja demi agamaku, demi syiar Islam di kampusku, demi tegaknya Islam di negeri ini.
Ayah, Mama. Setiap hari, aku berangkat pagi dan pulang di malam hari. Semua aktivitasku kuhabiskan di kampus, mengurus berbagai permasalahan, baik akademikku, maupun urusan dakwah. Tlah kuberikan prioritas utama pada dakwah di jalan Allah ini. Kuliahku, kujadikan prioritas kedua. Maafkan aku Ayah dan Mama atas sgala khilafku. Tapi aku telah berjanji pada diriku untuk tidak pernah mengecewakan Ayah dan Mama. Tlah kutarget dalam hidupku, aku bisa lulus tepat waktu dan cumlaude. Tlah kubayangkan namaku dan menjadi wisudawati terbaik. Ayah dan Mama pun turut dipanggil untuk menerima penghargaan. Smoga atas izin Allah dan doa Ayah dan Mama, mimpi itu dapat terwujud.
Kak Qinwa, Zahra, Muhammad, dan Hajar.
Kehidupanku tak lebih baik dari kehidupan kalian di rumah. Makanku hanya dua kali sehari. Itupun makan dengan lauk seadanya. Makan-makanan lezat dan bergizi seperti yang biasa kalian konsumsi di rumah sangat jarang kumakan. Maka jangan heran mengapa aku terlihat kurus ketika pulang. Setiap hari, aku pun harus mengayuh sepeda hampir 5 km. Berbeda dengan kalian yang kemana-mana naik sepeda motor atau minta antar Ayah naik mobil.
Ayah, Mama, Kak Qinwa, Zahra, Muhammad, dan Hajar.
Aku telah mengikhlaskan diriku pada Allah. Jika Ayah, Mama, Kak Qinwa, Zahra, Muhammad, dan Hajar di rumah berjuang untuk mencukupi kebutuhan hidup. Maka aku berjuang untuk ummat. Memang harus ada yang dikorbankan. Relakanlah aku tuk berjuang di jalan Allah ini. Ikhlaskanlah aku jika suatu saat nanti aku meninggal di jalan Allah ini karena itulah mimpiku. Sebuah nasihat dariku untuk semuanya, Tunaikanlah sholat, keluarkanlah sedekah, dan ingatlah Allah dimana pun kita berada, niscaya Allah akan mengabulkan doa-doa kita. Terima kasih Ayah, Mama, Kak Qinwa, Zahra, Muhammad, dan Hajar atas sgala kebaikan kalian. Semoga kebaikan kalian diberi ganjaran oleh Allah dengan kebaikan yang berlipat ganda. Sekali lagi maaf atas sgala khilafku.
Wassalamu’alaykum wr wb.
Surat itu ditulis Qanita setelah tiba di kampus. Kemudian surat itu dikirimkan dengan perangko yang paling murah supaya para penghuni rumah menerima surat tersebut tidak dalam waktu dekat. Surat tersebut merupakan tumpahan emosi Qanita selama ini. Ia berharap Ayah, Mama, Kak Qinwa, Zahra, Muhammad, dan Hajar dapat berubah menjadi pribadi yang lebih Islami.
***

“Subhanallah.. panas sekali hari ini. Ya Allah, berilah hamba kekuatan sehingga dapat berjalan hingga asrama. Berilah kesabaran kepada hamba sehingga hamba dapat melawan hawa nafsu dan dapat berbuka pada saat adzan magrib nanti. Berilah hamba keikhlasan sehingga langkah hamba semakin ringan. Aamiin..”, doa Qanita sembari berjalan.
Hari itu, Qanita pulang dari tempat kerja praktek dengan berjalan kaki. Kira-kira jarak yang ditempuh sekitar 2 km untuk mendapatkan angkutan umum menuju asrama. Setelah mendapatkan angkutan umum, Qanita melanjutkan perjalanannya dengan berjalan kaki menuju asrama. Sesampainya di asrama, jam menunjukkan pukul 16.30. Saat itu seluruh badan Qanita gemetar. Qanita segera berbaring di tempat tidur sambil beristighfar. Akhirnya Qanita pun tertidur.
***

“Mba Qanita.. bangun..! Sudah magrib lho.. ayo sholat magrib berjamaah...”, ucap adik asrama yang bernama Izzah. Qanita tidak menunjukkan reaksi. Izzah membangunkannya 3 kali hingga akhirnya Izzah memutuskan untuk sholat magrib berjamaah terlebih dahulu. Adzan Isya berkumandang. Qanita belum juga terbangun. Kali ini, Tartilla, adik binaan Qanita di asrama yang membangunkan Qanita. Tartilla membangunkan Qanita 3 kali. “Mungkin Kak Qanita kecapekan, jadi gak bangun-bangun”, ucap Tartilla pada teman-temannya.
Pukul 19.30, Mba Aisyah, koordinator wilayah beastudi berkunjung ke asrama putri. Mba Asiyah menanyakan keberadaan Qanita kepada para penghuni asrama. Kemudian, Izzah dan Tartilla menceritakan bahwa Qanita sudah berusaha dibangunkan tapi tetap tidak ada respon. Akhirnya, Mba Aisyah berinisiatif menuju kamar Qanita dan mencoba membangunkannya. Setelah tiga kali dibangunkan, namun Qanita tetap belum merespon, Mba Aisyah meletakkan jari telunjuk kanannya di bawah hidung Qanita dan memegang tangan kanan Qanita dengan jari-jari kanannya.
“Innalillahi wa innailaihi raaji’uun.. Mba Qanita telah meninggal dunia”, ujar Mba Aisyah. Isak tangis seketika meledak saat itu juga. Mba Aisyah segera menelpon keluarga Qanita dan menelpon rumah sakit terdekat untuk mengirim ambulans.
***

Suasana gemericik air dan dahan-dahan pohon yang tertiup angin menjadi sebuah instrumen syahdu yang menakjubkan. Terlihat rumah-rumah indah nan megah berdiri di sana. Di setiap rumah terdapat tulisan para penghuninya. Salah satu rumah tersebut bertuliskan: Rumah Ayah dan Mama Qanita beserta anak-anaknya. Mama begitu takjub melihat pemandangan tersebut. Mama semakin memperluas daerah pandangannya hingga suatu suara menyapanya.
“Mama... kemarilah.. aku Qanita Ma. Aku kangen sama Mama. Qanita ingin memeluk dan mencium Mama. Ma, aku ingin memberi Mama sebuah mahkota yang elok rupawan.”, ujar Qanita.
“Nak.. kau masih hidup? Kau semakin cantik. Nak, dimanakah gerangan tempat yang bagus nan indah ini? Mengapa rumah itu bertuliskan namamu? Dari mana kau dapatkan mahkota itu, Nak?”, tanya Mama Qanita sambil terheran-heran.
Qanita menjelaskan kepada Mama bahwa tempat ini adalah surga Adn. Surga tempat orang yang bertakwa dan bertawakal berada. Surga ini merupakan balasan Allah atas kesyahidan Qanita. Rumah dan mahkota itu dalah pemberian dari Allah. Keduanya merupakan ganjaran Allah untuk Qanita atas segala amal ibadah yang Qanita lakukan di dunia. Rumah itu dihadiahkan Allah karena Qanita selalu melakukan sunnah Nabi. Sedangkan mahkota itu merupakan hadiah Allah sebagai ganjaran atas bacaan Al-Qur’an yang Qanita baca selama hidup.
“Sudah saatnya Qanita pergi. Selamat tinggal Mama. Inilah caraku berbakti kepadamu, Mama.”
Mama terbagun pada dini hari dan tak henti-hentinya mengucap subhanallah. Pada pagi harinya, tukang pos meletakkan surat Qanita dan laporan nilai kuliah Qanita semester Gasal di kotak surat. Mama membuka dan membaca surat Qanita, sambil menangis. Kemudian, membuka laporan nilai kuliah Qanita dan hasilnya cumlaude sempurna dengan IPS 4 bulat. Mama pun tersenyum.
***

[Dan kemudian dikatakan kepada orang yang bertakwa, Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Kebaikan.” Bagi orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat balasan yang baik. Dan sesungguhnya negeri akhirat pasti lebih baik. Dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertaqwa. (Yaitu) surga ‘Adn yang mereka masuki, mengalir di bawahnya sungai-sungai, di dalam surga itu mereka mendapat segala yang diinginkan. Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang yang baertaqwa.(Yaitu) orang yang ketika diwafatkan oleh para malaikat dalam keadaan baik, mereka para mailakat mengatakan “Salamun’alaykum, masuklah ke dalam surga karena apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. An-Nahl: 30-32)]
»»  READMORE...
') }else{document.write('') } }