Bersama Ustadz Mudawi (Senin, 13 Februari 2012 @ Griya Qur’an )
Apa itu Kitab At-Tibyan Fii Adabi Hamalatil Qur’an?
At-Tibyan berasal dari kata Bayyana, Yubayyinu yang artinya menjelaskan, dan At-Tibyan artinya penjelasan. Fii memiliki arti dalam, Adabi artinya etika, tata karma, dan Hamalatil Qur’an artinya pembawa Qur’an. Nah, siapakah yang dimaksud dengan pembawa Qur’an? Pembawa Qur’an yang dimaksud adalah para penghafal Al-Qur’an. Jadi, Kitab At-Tibyan Fii Adabi Hamalatil Qur’an merupakan sebuah kitab yang memberikan penjelasan mengenai etika para penghafal Qur’an. Kitab ini merupakan kitab rujukan umat Islam di seluruh penjuru dunia, yang ditulis oleh Imam Nawawi.
Bab 1: Athroofi Min Fadhiilatin Tilaawatil Qur’an Wa Hamalatihi (Keutamaan Tilawah Qur’an dan Penghafal Qur’an)
Seperti yang kita tahu, firman Allah swt yang pertama kali turun adalah Iqro’ (bacalah), lengkapnya Iqro bismirobbikalladzii kholaq (Bacalah dengan nama Tuhanmy yang menciptakan). Dalam hal membaca Al-Qur’an, terdapat dua istilah yang telah kita kenal, yakni tilawah dan qiro’ah. Apakah perbedaan antara keduanya? Tilawah adalah membaca Al-Qur’an secara berkesinambungan atau terus menerus. Sedangkan Qiro’ah adalah membaca dengan teliti. Nah, sebagai penghafal Qur’an, kita harus melakukan keduanya, baik tilawah maupun qiro’ah, yakni membaca dengan pemahaman yang mendalam secara terus menerus.
Masuk pada pembahasan bab satu mengenai keutamaan membaca Al-Qur’an secara terus-menerus dan penghafal Qur’an. Keutamaan pertama, yakni Allah swt akan menyempurnakan pahalanya dan akan menambah karunia-Nya. Coba cermati surat Fatir (35) ayat 29 dan 30 berikut.
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah (Al-Qur’an) dan melaksanakan shalat, menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepadanya, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan rugi. Agar Allah menyempurnakan pahalanya kepada mereka dan menambah karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penerima Syukur.”
Dalam ayat tersebut, terdapat kriteria orang-orang yang akan disempurnakan pahalanya dan ditambah karunianya, yaitu orang yang membaca Al-Qur’an secara terus menerus, orang yang melaksanakan shalat, dan orang yang menginfakkan harta di jalan Allah swt. Namun tidak serta merta Allah akan memberikan ganjarannya. Ada satu lagi syarat yang harus dipenuhi, yaitu IKHLAS. Bagaimanakah orang yang IKHLAS itu? Allah menerangkan dalam ayat yang sama, yaitu orang yang melaksanakan ketiga kriteria tersebut baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Jadi oarng yang ikhlas itu harus seimbang amalnya, tak hanya ketika terlihat saja beramal namun ketika sembunyi-sembunyi juga tetap beramal.
Simak kisah Abu Hurairah berikut.
Suatu ketika Abu Hurairah sedang melaksanakan shalat. Kemudian ada tamu yang masuk dan melihat Abu Hurairah sedang shalat. Abu Hurairah merasa senang sekali, ketika ia shalat ada orang yang melihatnya. Namun kesenangan Abu Hurairah tak berlangsung lama karena ia tak hentinya memikirkan kejadian tersebut, khawatir pada saat itu ia shalat dengan riya’. Tak tahan dengan pikiran yang menganggunya, ia pun segera menemui Rasulullah saw untuk mengadukan perihal kekhawatirannya. Menjawab persoalan Abu Hurairah, Rasulullah saw pun berkata, “Wahai Abu Hurairah, sesungguhnya atas pelaksanaan shalat itu kamu telah mendapatkan dua pahala, yaitu pahala ketika kamu melaksanakan shalat secara sembunyi-sembunyi dan pahala ketika kamu melaksanakan shalat secara terang-terangan.”
Sesungguhnya batas antara ikhlas dan riya’ memang tipis, maka patutlah bagi kita untuk berhati-hati dan senantiasa memuhasabah diri. Apakah ibadah yang kita lakukan sudah ikhlas hanya karena Allah swt atau hanya semata-mata karena untuk dipuji manusia, Na’udzubillah. Kembali pada topik bahasan pada bab 1. Orang-orang yang membaca Al-Qur’an, melaksanakan shalat, dan menginfakkan harta, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka itulah yang mengharapkan perniagaan yang tidak akan rugi. Dengan siapakah kita melakukan perniagaan yang akan tidak rugi? Yup. Hanya dengan Allah swt. Allah telah membeli diri dan harta orang mukmin seharga surga. Subhanllah. Sebagaimana dalam firman Allah berikut.
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka” (QS. At-Taubah: 111)
Jika ingin mendapatkan surga, maka lakukanlah perniagaan dengan Allah swt. Sebagai seorang mukmin, kita harus bisa menjual diri kita supaya menjadi pribadi berkualitas yang memenuhi kriteria tersebut. Jual diri kita dengan amal-amal unggulan, maka Allah swt akan membeli diri kita dengan balasan surga, Insya Allah. Hindari jiwa-jiwa NGALEM POLL (NGAntukan, Lemah, sEdih, Males, Putus asa, Lemot, Letoy). Karena hal-hal semacam itulah yang membuat kita tidak melakukan perniagaan dengan Allah swt.
Keutamaan kedua adalah menjadi sebaik-baik manusia.
Diriwayatkan dari Utsman bin Affan RA, Rasulullah bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya”. (HR. Muslim dan Imam Ahmad)
Nah, menjadi seorang santri (murid) Qur’an menjadikan kita sebaik-baik manusia. Maka jika sedang belajar Al-Qur’an, tetaplah istiqomah mempelajarinya. Bagi muslim/muslimah yang belum tertarik mempelajari Al-Qur’an, jangan tunggu nanti saat usia sudah lanjut. Khawatir maut keburu menjemput. Karena kita tak tahu hingga kapan kita berada di dunia yang hanya panggung sandiwara ini.
Keutamaan ketiga adalah akan dijaga para malaikat yang mulia dan senantiasa berbakti pada Allah swt.
Dari Aisyah RA berkata, Rasulullah saw bersabda “Orang yang membaca Al-Qur’an dengan mahir (karena kekuatan hafalannya) adalah akan bersama para malaikat yang mulia lagi taat, sedangkan orang yang membaca Al-Quran dengan tergagap dan susah membacanya baginya dua pahala.” (Hadits Muttafaq ‘Alaih). Dua pahala, yakni pahala membaca dan pahala susah payahnya. “ (HR Bukhori-Muslim)
Subhanallah. Orang yang mahir membaca Al-Qur’an akan bersama dengan para malaikat Allah swt. Bagi muslim/muslimah yang masih terbata-bata dalam membaca Al-Qur’an maupun menghafal Al-Qur’an, tetaplah istiqomah melakukannya. Secara terus-menerus lagi berkesinambungan melakukan tilawah dan muroja’ah supaya hafalan bertambah, pahala pun berganda.
“Katakanlah: ‘Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?’. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan- amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. Demikianlah balasan mereka itu neraka Jahannam, disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-olok. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal. Mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah dari padanya.” (QS. Al-Kahfi: 103-108)
Orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Allah, merekalah orang-orang yang merugi. Mereka menyangka telah berbuat baik namun ternyata sia-sia amalannya selama di dunia. Orang yang kufur termasuk di dalamnya orang yang tidak membaca Al-Qur’an, tidakberusaha mempelajari serta tidak mengamalkannya. Maka berbanggalah bagi muslim/muslimah yang mahir membaca Al-Qur’an (hafalannya kuat) maupun yang sedang berusaha belajar Al-Qur’an. Mungkin, saat ini kesulitan demi kesulitan datang mendera saat berusaha menghafalkan kalam Ilahi. Namun, tetaplah yakin, bahwa bersama kesulitan pasti ada kemudahan. Seperti dalam surat Al-Insyirah.
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Inyirah: 5-6)
Sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan. Pernyataan tersebut diulang dua kali hal ini (dalam hal mempelajari Al-Qur’an - menurut Rasulullah) sesungguhnya kesulitan yang kita hadapi saat membaca Al-Qur’an hanyalah sekali saja, yaitu kesulitan di dunia. Sedangkan kemudahan ada dua, yakni kemudahan di dunia amaupun di akhirat. Kemudahan di dunia maksudnya, Allah akan senantiasa memberikan pertolongan bagi siapa saja yang membaca Al-Qur’an. Sedangkan kemudahan di akhirat adalah pada saat nanti di akhirat bacaan Al-Qur’an kita diujikan, kita akan kagum dengan kemampuan kita karena pada saat itulah diberikan kemudahan membaca Al-Qur’an.
*****
Sesi Tanya Jawab
1. Menghafal Al-Qur’an mencegah dari kepikunan.
Sesungguhnya Al-Qur’an diturunkan dengan penuh keberkahan untuk dipahami dan mudah diingat. Definisi pikun adalah tidak mengetahui apa yang dulu pernah diingat. Berbeda dengan lupa. Semua manusia pasti pernah lupa. Kalau misalnya Anda mencari dan bertanya kepada keluarga Anda, dimana kacamata Anda padahal kacamata itu sedang Anda pakai. Itu berarti lupa. Jika kita mengalami kecelakaan atau kepala kita terbentur sesuatu kemudian kita tidak bisa mengingat hal-hal yang dulu pernah dilakukan, itu merupakan pikun. Allah swt akan memberikan kepada tiap hambanya suatu rentang usia dimana ia mengalami kepikunan. Kecuali bagi para penghafal Al-Qur’an. Karena para penghafal Al-Qur’an juga turut menjaga kemurnian kalam Ilahi, maka Allah swt pun turut memberikan penjagaan nikmat bagi para penghafal Al-Qur’an.
Berbicara mengenai nikmat pemberian Allah swt.
Allah telah mencurahkan banyak sekali nikmat pada hamba-hamba-Nya. Nikmat yang paling mahal harganya adalah nikmat iman, Islam, dan sehat. Lalu, bagaimana kita menjaganya? Ingat lagu Tombo Ati? Yang salah satunya adalah berkumpullah dengan orang-orang shaleh. Ya, nikmat iman dan Islam dapat dijaga dengan berada pada komunitas-komunitas yang senantiasa mendekatkan diri kita pada Allah swt. Komunitas dimana kita dapat senantiasa tolong-menolong, serta saling menasehati dalam kebaikan, kebenaran, dan ketaqwaan. Sedangkan nikmat sehat dijaga dengan mengikuti sunnah Rasulullah saw. Tidak makan dan minum secara berlebihan, yang diimbangi dengan puasa. Karena tidak ada obat dari penyakit kolesterol, asam urat, darah tinggi, stroke, dan penyakit-penyakit lainnya kecuali dengan berpuasa. Rasulullah saw bersabda, “Puasalah. Pasti kamu akan sehat” . Dalam riwayat lain, Rasulullah saw juga bersabda “sebaik-baik puasa adalah puasa Daud” (Puasa-tidak puasa-puasa-tidak puasa-dst)
2. Tips Menghafal
a. Membaca berulang-ulang, sambil merenungi dan memahami maknanya sampai mendalam (sampai kita terenyuh, larut dalam makna-maknyanya). Ukuran ilmu yang bermanfaat itu ada di hati . seperti firman Allah swt.
(Yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada mereka. (QS. Al-Hajj: 22)
b. Menuliskannya dikertas, membawaya kemana pun pergi kemudian membacanya ketika waktu luang. Metode inilah yang diterapkan sahabat Nabi ketika wahyu turun.
3. Membaca Al-Qur’an Di Angkutan Umum, Bolehkah?
Al-Qur’an merupakan kitab yang diturunkan kepada manusia untuk dijadikan pedoman hidup. Selayaknya kita membaca buku-buku umum, majalah, koran, dimanapun kita berada, yang kita pun tidak canggung ataupun malu membacanya, begitu pula kita pemperlakukannya untuk kitab kita, umat Islam, Al-Qur’an. Tak perlu ditutup-tutupi ataupun canggung. Malah kita harus berbangga, karena kitab Al-Qur’an lah satu-satunya kitab yang dijamin keasliannya dari awal diturunkan hingga akhir zaman (Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa-BQS Al Baqoroh: 2). Di dalam angkutan umum, boleh-boleh saja membaca Al-Qur’an. Memang di Indonesia aktivitas seperti ini belum mulai dibudayakan. Oleh karena itu, dengan kita membaca Al-Qur’an di angkutan umum atau dimana pun kita berada, kita juga turut mensyiarkan Islam di negeri kita.
***** _JSR_13022012.
»» READMORE...
Apa itu Kitab At-Tibyan Fii Adabi Hamalatil Qur’an?
At-Tibyan berasal dari kata Bayyana, Yubayyinu yang artinya menjelaskan, dan At-Tibyan artinya penjelasan. Fii memiliki arti dalam, Adabi artinya etika, tata karma, dan Hamalatil Qur’an artinya pembawa Qur’an. Nah, siapakah yang dimaksud dengan pembawa Qur’an? Pembawa Qur’an yang dimaksud adalah para penghafal Al-Qur’an. Jadi, Kitab At-Tibyan Fii Adabi Hamalatil Qur’an merupakan sebuah kitab yang memberikan penjelasan mengenai etika para penghafal Qur’an. Kitab ini merupakan kitab rujukan umat Islam di seluruh penjuru dunia, yang ditulis oleh Imam Nawawi.
Bab 1: Athroofi Min Fadhiilatin Tilaawatil Qur’an Wa Hamalatihi (Keutamaan Tilawah Qur’an dan Penghafal Qur’an)
Seperti yang kita tahu, firman Allah swt yang pertama kali turun adalah Iqro’ (bacalah), lengkapnya Iqro bismirobbikalladzii kholaq (Bacalah dengan nama Tuhanmy yang menciptakan). Dalam hal membaca Al-Qur’an, terdapat dua istilah yang telah kita kenal, yakni tilawah dan qiro’ah. Apakah perbedaan antara keduanya? Tilawah adalah membaca Al-Qur’an secara berkesinambungan atau terus menerus. Sedangkan Qiro’ah adalah membaca dengan teliti. Nah, sebagai penghafal Qur’an, kita harus melakukan keduanya, baik tilawah maupun qiro’ah, yakni membaca dengan pemahaman yang mendalam secara terus menerus.
Masuk pada pembahasan bab satu mengenai keutamaan membaca Al-Qur’an secara terus-menerus dan penghafal Qur’an. Keutamaan pertama, yakni Allah swt akan menyempurnakan pahalanya dan akan menambah karunia-Nya. Coba cermati surat Fatir (35) ayat 29 dan 30 berikut.
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah (Al-Qur’an) dan melaksanakan shalat, menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepadanya, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan rugi. Agar Allah menyempurnakan pahalanya kepada mereka dan menambah karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penerima Syukur.”
Dalam ayat tersebut, terdapat kriteria orang-orang yang akan disempurnakan pahalanya dan ditambah karunianya, yaitu orang yang membaca Al-Qur’an secara terus menerus, orang yang melaksanakan shalat, dan orang yang menginfakkan harta di jalan Allah swt. Namun tidak serta merta Allah akan memberikan ganjarannya. Ada satu lagi syarat yang harus dipenuhi, yaitu IKHLAS. Bagaimanakah orang yang IKHLAS itu? Allah menerangkan dalam ayat yang sama, yaitu orang yang melaksanakan ketiga kriteria tersebut baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Jadi oarng yang ikhlas itu harus seimbang amalnya, tak hanya ketika terlihat saja beramal namun ketika sembunyi-sembunyi juga tetap beramal.
Simak kisah Abu Hurairah berikut.
Suatu ketika Abu Hurairah sedang melaksanakan shalat. Kemudian ada tamu yang masuk dan melihat Abu Hurairah sedang shalat. Abu Hurairah merasa senang sekali, ketika ia shalat ada orang yang melihatnya. Namun kesenangan Abu Hurairah tak berlangsung lama karena ia tak hentinya memikirkan kejadian tersebut, khawatir pada saat itu ia shalat dengan riya’. Tak tahan dengan pikiran yang menganggunya, ia pun segera menemui Rasulullah saw untuk mengadukan perihal kekhawatirannya. Menjawab persoalan Abu Hurairah, Rasulullah saw pun berkata, “Wahai Abu Hurairah, sesungguhnya atas pelaksanaan shalat itu kamu telah mendapatkan dua pahala, yaitu pahala ketika kamu melaksanakan shalat secara sembunyi-sembunyi dan pahala ketika kamu melaksanakan shalat secara terang-terangan.”
Sesungguhnya batas antara ikhlas dan riya’ memang tipis, maka patutlah bagi kita untuk berhati-hati dan senantiasa memuhasabah diri. Apakah ibadah yang kita lakukan sudah ikhlas hanya karena Allah swt atau hanya semata-mata karena untuk dipuji manusia, Na’udzubillah. Kembali pada topik bahasan pada bab 1. Orang-orang yang membaca Al-Qur’an, melaksanakan shalat, dan menginfakkan harta, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka itulah yang mengharapkan perniagaan yang tidak akan rugi. Dengan siapakah kita melakukan perniagaan yang akan tidak rugi? Yup. Hanya dengan Allah swt. Allah telah membeli diri dan harta orang mukmin seharga surga. Subhanllah. Sebagaimana dalam firman Allah berikut.
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka” (QS. At-Taubah: 111)
Jika ingin mendapatkan surga, maka lakukanlah perniagaan dengan Allah swt. Sebagai seorang mukmin, kita harus bisa menjual diri kita supaya menjadi pribadi berkualitas yang memenuhi kriteria tersebut. Jual diri kita dengan amal-amal unggulan, maka Allah swt akan membeli diri kita dengan balasan surga, Insya Allah. Hindari jiwa-jiwa NGALEM POLL (NGAntukan, Lemah, sEdih, Males, Putus asa, Lemot, Letoy). Karena hal-hal semacam itulah yang membuat kita tidak melakukan perniagaan dengan Allah swt.
Keutamaan kedua adalah menjadi sebaik-baik manusia.
Diriwayatkan dari Utsman bin Affan RA, Rasulullah bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya”. (HR. Muslim dan Imam Ahmad)
Nah, menjadi seorang santri (murid) Qur’an menjadikan kita sebaik-baik manusia. Maka jika sedang belajar Al-Qur’an, tetaplah istiqomah mempelajarinya. Bagi muslim/muslimah yang belum tertarik mempelajari Al-Qur’an, jangan tunggu nanti saat usia sudah lanjut. Khawatir maut keburu menjemput. Karena kita tak tahu hingga kapan kita berada di dunia yang hanya panggung sandiwara ini.
Keutamaan ketiga adalah akan dijaga para malaikat yang mulia dan senantiasa berbakti pada Allah swt.
Dari Aisyah RA berkata, Rasulullah saw bersabda “Orang yang membaca Al-Qur’an dengan mahir (karena kekuatan hafalannya) adalah akan bersama para malaikat yang mulia lagi taat, sedangkan orang yang membaca Al-Quran dengan tergagap dan susah membacanya baginya dua pahala.” (Hadits Muttafaq ‘Alaih). Dua pahala, yakni pahala membaca dan pahala susah payahnya. “ (HR Bukhori-Muslim)
Subhanallah. Orang yang mahir membaca Al-Qur’an akan bersama dengan para malaikat Allah swt. Bagi muslim/muslimah yang masih terbata-bata dalam membaca Al-Qur’an maupun menghafal Al-Qur’an, tetaplah istiqomah melakukannya. Secara terus-menerus lagi berkesinambungan melakukan tilawah dan muroja’ah supaya hafalan bertambah, pahala pun berganda.
“Katakanlah: ‘Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?’. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan- amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. Demikianlah balasan mereka itu neraka Jahannam, disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-olok. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal. Mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah dari padanya.” (QS. Al-Kahfi: 103-108)
Orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Allah, merekalah orang-orang yang merugi. Mereka menyangka telah berbuat baik namun ternyata sia-sia amalannya selama di dunia. Orang yang kufur termasuk di dalamnya orang yang tidak membaca Al-Qur’an, tidakberusaha mempelajari serta tidak mengamalkannya. Maka berbanggalah bagi muslim/muslimah yang mahir membaca Al-Qur’an (hafalannya kuat) maupun yang sedang berusaha belajar Al-Qur’an. Mungkin, saat ini kesulitan demi kesulitan datang mendera saat berusaha menghafalkan kalam Ilahi. Namun, tetaplah yakin, bahwa bersama kesulitan pasti ada kemudahan. Seperti dalam surat Al-Insyirah.
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Inyirah: 5-6)
Sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan. Pernyataan tersebut diulang dua kali hal ini (dalam hal mempelajari Al-Qur’an - menurut Rasulullah) sesungguhnya kesulitan yang kita hadapi saat membaca Al-Qur’an hanyalah sekali saja, yaitu kesulitan di dunia. Sedangkan kemudahan ada dua, yakni kemudahan di dunia amaupun di akhirat. Kemudahan di dunia maksudnya, Allah akan senantiasa memberikan pertolongan bagi siapa saja yang membaca Al-Qur’an. Sedangkan kemudahan di akhirat adalah pada saat nanti di akhirat bacaan Al-Qur’an kita diujikan, kita akan kagum dengan kemampuan kita karena pada saat itulah diberikan kemudahan membaca Al-Qur’an.
*****
Sesi Tanya Jawab
1. Menghafal Al-Qur’an mencegah dari kepikunan.
Sesungguhnya Al-Qur’an diturunkan dengan penuh keberkahan untuk dipahami dan mudah diingat. Definisi pikun adalah tidak mengetahui apa yang dulu pernah diingat. Berbeda dengan lupa. Semua manusia pasti pernah lupa. Kalau misalnya Anda mencari dan bertanya kepada keluarga Anda, dimana kacamata Anda padahal kacamata itu sedang Anda pakai. Itu berarti lupa. Jika kita mengalami kecelakaan atau kepala kita terbentur sesuatu kemudian kita tidak bisa mengingat hal-hal yang dulu pernah dilakukan, itu merupakan pikun. Allah swt akan memberikan kepada tiap hambanya suatu rentang usia dimana ia mengalami kepikunan. Kecuali bagi para penghafal Al-Qur’an. Karena para penghafal Al-Qur’an juga turut menjaga kemurnian kalam Ilahi, maka Allah swt pun turut memberikan penjagaan nikmat bagi para penghafal Al-Qur’an.
Berbicara mengenai nikmat pemberian Allah swt.
Allah telah mencurahkan banyak sekali nikmat pada hamba-hamba-Nya. Nikmat yang paling mahal harganya adalah nikmat iman, Islam, dan sehat. Lalu, bagaimana kita menjaganya? Ingat lagu Tombo Ati? Yang salah satunya adalah berkumpullah dengan orang-orang shaleh. Ya, nikmat iman dan Islam dapat dijaga dengan berada pada komunitas-komunitas yang senantiasa mendekatkan diri kita pada Allah swt. Komunitas dimana kita dapat senantiasa tolong-menolong, serta saling menasehati dalam kebaikan, kebenaran, dan ketaqwaan. Sedangkan nikmat sehat dijaga dengan mengikuti sunnah Rasulullah saw. Tidak makan dan minum secara berlebihan, yang diimbangi dengan puasa. Karena tidak ada obat dari penyakit kolesterol, asam urat, darah tinggi, stroke, dan penyakit-penyakit lainnya kecuali dengan berpuasa. Rasulullah saw bersabda, “Puasalah. Pasti kamu akan sehat” . Dalam riwayat lain, Rasulullah saw juga bersabda “sebaik-baik puasa adalah puasa Daud” (Puasa-tidak puasa-puasa-tidak puasa-dst)
2. Tips Menghafal
a. Membaca berulang-ulang, sambil merenungi dan memahami maknanya sampai mendalam (sampai kita terenyuh, larut dalam makna-maknyanya). Ukuran ilmu yang bermanfaat itu ada di hati . seperti firman Allah swt.
(Yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada mereka. (QS. Al-Hajj: 22)
b. Menuliskannya dikertas, membawaya kemana pun pergi kemudian membacanya ketika waktu luang. Metode inilah yang diterapkan sahabat Nabi ketika wahyu turun.
3. Membaca Al-Qur’an Di Angkutan Umum, Bolehkah?
Al-Qur’an merupakan kitab yang diturunkan kepada manusia untuk dijadikan pedoman hidup. Selayaknya kita membaca buku-buku umum, majalah, koran, dimanapun kita berada, yang kita pun tidak canggung ataupun malu membacanya, begitu pula kita pemperlakukannya untuk kitab kita, umat Islam, Al-Qur’an. Tak perlu ditutup-tutupi ataupun canggung. Malah kita harus berbangga, karena kitab Al-Qur’an lah satu-satunya kitab yang dijamin keasliannya dari awal diturunkan hingga akhir zaman (Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa-BQS Al Baqoroh: 2). Di dalam angkutan umum, boleh-boleh saja membaca Al-Qur’an. Memang di Indonesia aktivitas seperti ini belum mulai dibudayakan. Oleh karena itu, dengan kita membaca Al-Qur’an di angkutan umum atau dimana pun kita berada, kita juga turut mensyiarkan Islam di negeri kita.
***** _JSR_13022012.