Satu-satunya kendaraan yang kupunya adalah Buroq. Buroq itu sebuah nama. Nama dari sepeda tua berwarna ungu. Sepeda yang kudapat dari seorang akhwat senior -dia yang namany tak perlu disebut-supaya hanya aku dan beliau saja yang tahu, juga supaya amalnya tetap ikhlas penuh barokah.
Buroq… dulu aku berpikir dua kali ketika akhwat senior itu menawariku sepeda warisan. “Sepeda warisan…? Pasti jelek sekali, bisa malu aku memakainya..” batinku waktu itu. Namun, tak mengapalah.. dari pada jalan dengan beban di pundak yang semakin bertambah dan rute perjalanan yang kian panjang nan melelahkan. Ku singkirkan jauh-jauh pikiran burukku tentang ‘sepeda warisan’. Berpositive thinking, bahwa sesuatu yang jelek tak selamanya jelek. Dan kubuktikan hal itu benar..!!!
Beberapa waktu setelah kepulangan beliau – akhwat senior, dia yang namanya tak perlu disebut – meninggalkan kampus perjuangan ini, aku mengambilnya. Ku dapati banyak karat menyelimutinya. Sepeda yang seperti memang sudah tak layak pakai, pikirku waktu itu. Namun, dengan segenap ketelatenan dan kesabaran, aku berusaha mengubah sepeda itu menjadi sepeda impianku. Sepeda yang memiliki keranjang, enak dipakai, enteng, bisa ngebut, dan remnya yahuut.. Alhamdulillah.. akhirnya terkabul juga. Walau biaya untuk membeli aksesoris sepeda dan memperbaikinya lumayan besar (menurutku – sebagai seorang mahasiswi dengan uang saku ngepres).
Buroq.. Nama itu terinspirasi drai peristiwa Isra’ Mi’raj Rasulullah saw, teladanku, yang melakukan perjalanan dengan kendaraan bernama Buroq. Kendaraan itu berkecepatan tinggi, sangat cepat hingga bisa menembus langit ke tujuh.
Buroq, hamper dua tahun aku bersamanya. Tak henti menggunakannya di pagi, siang, sore, bahkan malam hari. Jarak dekat, sekitar ITS biasa ku lalui. Bahkan jalan medokan dan jalan darmo pun pernah ku jelajahi bersama Buroq.
Banyak kenangan bersamanya. Ngebut-ngebutan di jalanan ITS dan sekitarnya. Pengalaman ini dilatarbelakangi oleh mepetnya waktu yang ada untuk menuju tempat tujuan. Juga karena udah lewat jam malam, juga karena sepinya daerah yang ku lalui sehingga membuat bulu kuduk berdiri semua. Pengalaman mengangkat Buroq gara-gara pagar jalan ditutup. Ini sering kualami di jalanan deket PPNS. Huff… harus mengeluarkan segenap tenaga untuk mengangkatnya. Pengalaman ban bocor luar dalam yang harus membuatku sabar. Hmm… menuntun Buroq dari Masjid Manarul Ilmi ITS hingga tukang tambal ban gebang ataupun Keputih (deket Sakinah). Juga pengalaman menuntun Buroq, untuk menemani seorang teman yang sedang berjalan sendirian,
BUROQ… Melesatlah… menyatulah dengan ku dan angin di sekelilingmu… Jadilah sahabat setiaku.. Let’s Go…. (terinspirasi dari nyanyian kartun tamiya berjudul ‘Let’s Go!’)
Let’s Go..
Bersatu dengan angin
Raihlah mimpi-mimpimu
Ku tak akan pernah menyerah
Rasakan deru angin
Winning Run…
Buroq.. oh Buroq..
kuharap, engkau tak hanya menjadi kendaraanku di dunia, tapi juga di akhirat…
kuharap engkaulah yang menjadi saksi atas perbuatan baikku..
bersamamu aku berjuang di jalan Allah
baik untuk menuntut ilmu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar