Bulan Ramadhan tahun ini meninggalkan banyak cerita. Salah dua cerita yang tak kan pernah terluka adalah tepat ketika malam ke tiga Ramadhan dan Ramadhan kurang tiga malam lagi, peristiwa ini terjadi. Kisah pertama, kaki dicium roda mobil dan kisah kedua, atraksi mencium aspal. Jadinya Ramadhan kali ini, tak hanya berusaha totalitas sujud mencium tempat sujud. Tapi Allah memberikan kesempatan untuk mencium aspalnya jalanan. Hehehe... daan.. Anggota badan yang menjadi korban agak parah adalah telapak kaki kanan. Bersyukurnya masi berlipat-lipat, karena hanya kaki saja yang agak parah, yang lainnya Alhamdulillaah baik. Selain itu, Alhamdulillaah.. kaki masih utuh, hanya bertambah parah, karena luka musibah pertama belum sembuh dan dihajar dengan luka berikutnya.
Kaki, walau bukan anggota badan yang sakral, tapi penting juga untuk membantu mobilitas kita sehari-hari. Kaki, anggota badan yang digunakan untuk berpijak, berjalan, berlari, menendang, mendaki, dsb. Jika kaki udah cenut-cenut, rasanya aktivitas yang sehari-hari dilakukan kurang optimal. Sholat jadi kurang sempurna karena duduk iftirasy dan tasyahud tak sempurna. Wudhu, kurang sreg akibat kaki tak terbasuh utuh hingga mata kaki.
Naah.. tepat di hari ke dua Syawal. Allah memberikan motivasi tersendiri untukku yang sedang bermasalah dengan kaki. Membaca artikel yang berjudul “Agar Cinta Tetap Membara” dalam buku Cinta Di Atas Cinta karya Ustadz Hamy. Pembuka artikel tersebut begini:
Magrib itu di Masjid Al Falah Surabaya, saya shalat tepat di belakang seorang jamaah yang tiap Magrib senantiasa berada di shaf paling depan. Seperti biasa ia tampak begitu menikmati shalatnya. Yang membuat saya begitu kagum, ia berdiri hanya dengan satu kakinya. Ia tidak mau menghadap Allah dengan duduk walaupun diperbolehkan oleh Islam karena kaki sebelah kanan beliau invalid. Saya yakin di dalam dadanya ada bara cinta kepada Allah yang selalu menyala.
Beliau mengingatkan saya kepada seorang sahabat Rasulullah saw yang bernama Amru bin Jamuh ra. Seorang sahabat dengan kaki invalid yang hatinya senantiasa dipenuhi api cinta kepada Allah yang terus membara. Sesaat menjelang perang Uhud, Amru bergegas menemui Rasulullah saw untuk diijinkan berperang. Beliau berkta, “Ya Rasulullah, sebagaimana saat perang Badar, putra-putraku kali ini juga hendak menghalangiku pergi berjihad bersama Anda. Kalau tidak karena surga tentu saya tidak akan bertengkar dengan mereka. Demi Allah, saya amat beharap kiranya dengan kepincanganku ini aku dapat merebut surga.” Karena permohonan Amru yang penuh dengan ketulusan dan kesungguhan, Rasulullah saw akhirnya mengijinkannya untuk ikut berjihad. Bahkan Rasulullah melantunkan do’a untuknya, “Ya Allah masukkanlah dia ke dalam surga dengan kakinya yang pincang.”
Kedua kisah tersebut sungguh membuat hati malu karena penderitaan sakit yang kurasa belum seberapa dibandingkan dengan mereka. Alangkah malunya diri ini, jika ibadah dengan kaki yang utuh saja masih kalah dengan mereka yang kakinya invalid. Jadi teringat juga seorang adik kecil, usianya kira-kira 10 tahun. Kakinya invalid, tapi semangat banget ikut longmarch. Padahal, jalan dengan bantuan krek itu membutuhkan usaha yang lebih besar dari pada berjalan dengan kaki sendiri.
Jadi, dengan kaki utuh yang kita miliki saat ini, meski cenut-cenut atau perih karena luka, kita musti banyak-banyak bersyukur. Selain dengan membasahi bibir dengan dzkikrullah, juga menggunakan kaki seoptimal mungkin untuk melakukan aktivitas kebajikan, mumpung kaki ini belum diambil oleh yang Maha Empunya Segalanya. Jika sahabat Amru bin Jamuh ra saja masih bersemngat ikut berperang dan bisa masuk ke surga dengan kaki yang invalid. Lalu bagaimana dengan kita?
Sedikit kutipan puisi dan lagu yang cocok untuk menyemangati jiwa, jika sedang sakit:
“.... Biar peluru menembus kulitku(Aku, Chairil Anwar)
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang perih pedih ...”
“Walau tertatih kaki ini berjalan
Jiwa perindu syahid tak akan tergoyahkan
Wahai tentara Allah bertahanlah
Jangan menangis walau jasadmu terluka
Sebelum engkau bergelar syuhada
Tetaplah bertahan dan bersiap-sigalah” (Jejak, Izzatul Islam)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar